Entah sudah berapa lama tidak menjenguk Multiply saya, hingga akhirnya rekor hiatus di MP pun pecah. :D Sebenarnya tidak ada yang special. Layaknya rumah yang lama tak dijenguk, halaman dan sekitarnya penuh rumput dan belukar. Syukurnya, saya masih yakin, belum ada "penghuni lain" yang buka lapak disana. Hehehhe.. Sedikit basa basi mengecek inbox, halaman pertama.. yah... seperti biasa.. penuh iklan. Menyorot halaman kedua... masih sama. Lalu halaman ketiga.. masih.. sembari terselip note-note singkat alias update status kawan MPers. Ah, kepalang tanggung. Kata ayah saya, "kalau main air, jangan cuma basah, mandi sekalian", saya pun lanjut halaman empat. Masih sama, note-note bertebaran dengan bebasnya. Dan... Akhirnya... Mata saya tertarik dengan sebuah note singkat :
"Jika ada yg bilang hidup ini simple.. tolong tunjukkan kepada saya bagian mana simplenya hidup?"
Wow, bagi saya pertanyaan ini benar-benar menarik. Tanpa ba..bi..bu.. saya langsung menuliskan komen singkat di note kawan itu. Niatnya ingin diskusi.
Saya ngacung ah, :D
Hidup itu sederhana, tentukan pilihan dan jangan pernh mnyesal.
Tentu saja hukum timbal balik masih berlaku, yang tidak bisa melakukan syarat "tentukan pilihan dan jangan pernah menyesal", pasti akan merasa hidup itu sulit.
Sayangnya, komen saya tidak terlalu digubris. Tapi wajar sih, itu kan baru komen peluncur, hehhe.. Tidak ada celah menarik sedikitpun untuk ditanggapi ulang. Ya.. tak masalah, untuk sementara saya jadi silent reader saja.
Dalam pikiran saya, hidup itu memang sederhana. Karena apa? Saya termasuk orang yang percaya pada kekuatan pikiran. Maksud saya, itu tergantung mindset. Saya sepakat bahwa hidup akan simple ketika kita menganggapnya simple, begitu juga sebaliknya, mumet saat dipandang mumet, jadi nikmati saja. Sederhananya itu tergantung sudut pandang.
Ada sebuah komentar yang membuat saya makin tertarik, seperti ini:
"Kadang pengetahuan yang benar tentang apa yang harus dan tak harus mudah tereduksi oleh ketakutan yang begitu besar atas kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, serta adanya kejadian-kejadian yang tidak bisa kita hindari (tak terduga) yang berdampak pada kegagalan untuk mencapai tujuan. Hidup dalam kebingungan untuk memilih mana yang harus dipilih adalah suatu penderitaan. Dalam setiap pilihan pasti terdapat dua ini: Benar dan Salah (mustahil benar semua) sedangkan menyesal adalah hasil dari apa yang kita pilih. Lantas bagaimana kita bisa memastikan bahwa pilihan kita adalah yang paling benar? jika jawban kita adalah keyakinan, apakah bisa keyakinan bisa menjamin pilihan kita benar atau tidak?"
Yah, benar. Realitas memang seperti demikian bahwa apa yang harus dan tak harus mudah tereduksi oleh ketakutan pun sejumlah kekhawatiran yang begitu besar atas kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Tapi kita tidak boleh lupa, manusia memang tempatnya salah dan khilaf, kesalahan dalam memilih hanyalah satu dari sederet kekurangan dan ketidaksempurnaan manusia. Sang Maha tidak menciptakan manusia untuk serupa dengannya bukan? Ada kekurangan agar sesama manusia bisa saling melengkapi.
Kita -manusia- terlahir tanpa dikaruniai kemampuan untuk menerawang ujung sebuah usaha, mengetahui pilihan mana yang paling tepat dan benar. Tapi sungguh arifnya Sang Pencipta, Ia menyertakan rasa dalam wujud psikis sebagai neraca baik dan buruk untuk setiap keputusan. Sekalipun dengan kualitas yang berbeda di setiap kepala dan memiliki ambang batas relatif bernama "subjektifitas", tapi setidaknya manusia berkesempatan untuk menakar pilihannya masing-masing. Dari sana lahir keputusan-keputusan untuk menetapkan pilihan. Lalu semuanya berawal disini, dari sebuah keputusan. Layaknya tubuh, keputusan adalah otak si pengendali motorik, masterplan penentu pencapaian. Perlu diingat, bahkan pilihan yang salah pada mulanya, bisa menjadi investasi yang potensial bila manusia bisa mengambil hikmah dan pengalaman. Hari ini boleh salah, tapi esok hari kesalahan itu menjadi pengingat untuk berhati-hati memilih keputusan. Jadi jangan pernah ragu-ragu. Biarkan hasil akhir tetap menjadi rahasia Sang Pencipta, cukup lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan. Dengan begitu hidup serasa lebih terhormat bukan?
Kita -manusia- terlahir tanpa dikaruniai kemampuan untuk menerawang ujung sebuah usaha, mengetahui pilihan mana yang paling tepat dan benar. Tapi sungguh arifnya Sang Pencipta, Ia menyertakan rasa dalam wujud psikis sebagai neraca baik dan buruk untuk setiap keputusan. Sekalipun dengan kualitas yang berbeda di setiap kepala dan memiliki ambang batas relatif bernama "subjektifitas", tapi setidaknya manusia berkesempatan untuk menakar pilihannya masing-masing. Dari sana lahir keputusan-keputusan untuk menetapkan pilihan. Lalu semuanya berawal disini, dari sebuah keputusan. Layaknya tubuh, keputusan adalah otak si pengendali motorik, masterplan penentu pencapaian. Perlu diingat, bahkan pilihan yang salah pada mulanya, bisa menjadi investasi yang potensial bila manusia bisa mengambil hikmah dan pengalaman. Hari ini boleh salah, tapi esok hari kesalahan itu menjadi pengingat untuk berhati-hati memilih keputusan. Jadi jangan pernah ragu-ragu. Biarkan hasil akhir tetap menjadi rahasia Sang Pencipta, cukup lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan. Dengan begitu hidup serasa lebih terhormat bukan?
Well, saya percaya dengan kekuatan pikiran.
Karena sugesti hidup disana. Bahwa bila pemicunya adalah formula positif, maka yang akan lahir hanya energi positif.
Saat dikuasai sejumlah ketakutan-ketakutan pun kekhawatiran, yakinlah yang akan lahir hanya energi negatif. Jadi pandai-pandailah cari pematik yg tepat.
Karena sugesti hidup disana. Bahwa bila pemicunya adalah formula positif, maka yang akan lahir hanya energi positif.
Saat dikuasai sejumlah ketakutan-ketakutan pun kekhawatiran, yakinlah yang akan lahir hanya energi negatif. Jadi pandai-pandailah cari pematik yg tepat.
Sebuah kontemplasi...