(NB: (Lagi-lagi) Jangan baca thread ini.
Hanya arsip dari tumpukan file laptop yang sesak dan mencuat sendiri minta diperhatikan. Setidaknya membaginya disini, memberikan sedikit ruang nafas bagi file-file yang lain. Tak rela juga mengakhiri hidup mereka di Recycle Bin. ^^)
Nyolong gambar disini |
Seorang teman mengirim mail pada saya, minta pendapat tentang novel yang sedang ia garap. Ia tidak memberitahu judulnya, hanya mengirim bab awal bertitle “Rumah Bercat Pucat”. Sebenarnya saya ingin memposting tulisannya disini tapi saya sama sekali tidak berhak melakukan itu. Toh, izin belum dikantongi. Lalu setelah membacanya, saya menulis sedikit pesan untuknya. Sebenarnya saya sedikit malu dimintai pendapat, toh saya tidak tahu banyak tentang dunia tulis menulis. Meski saya selalu mencintai dunia yang satu ini tapi tetap saja, saya tidak punya pengetahuan yang banyak tentang itu. Sedikit penasaran kenapa ia harus minta pendapat saya (orang yang berjenis awam dalam dunia yang dicintainya), ia malah menjawab dengan setengah ngakak.
“Karena kau alien, pendapatmu aneh bin ajaib!”, katanya
Bah, menyesal saya bertanya padanya. Hahahhahahha, untungnya ia teman baik saya sejak SMU. Seorang teman yang terasa layaknya saudara. Akhirnya dengan jujur keluar juga dah pendapat saya tentang tulisannya. Saya membalas via mail seperti ini :
“Novel memang butuh improvisasi. Tapi kesan yang saya tangkap, kau seperti berusaha membuat setiap celah dalam ceritamu jadi ilmiah. Maksud saya, selalu ada acuan, entah itu tokoh ternama atau istilah hebat. Memang tidak ada salahnya. Asal tidak lupa, orang membuat novel untuk apa? Memuaskan penulis atau pembacanya? Novel bagi pembaca ada dua, yang menikmati alur ceritanya atau yang menikmati alur berpikir penulis. Kebetulan saya termasuk jenis kedua dan saya suka tulisanmu. Lalu bagaimana dengan pembaca golongan pertama? Mereka suka atau tidak, who knows? Pembaca tetap penikmat, tugas penulis membahasakan imaji. Tapi kalau penulis mempertimbangkan pembaca, berarti ia tidak akan bebas meng-explore isi kepalanya. Ini persoalan dua hal yang berbeda.
Cukup memilih, ingin memuaskan pikiranmu dan menjadikan setiap centi kata dalam tulisanmu sebagai aset dari alam bawah sadar dan menjadikannya investasi berharga bagi dunia sastra atau hanya memuaskan pendapat dan harapan pembacamu? Kupikir pilihan pertama lebih menantang. Persetan dengan kepuasan pembaca. Hanya masalahnya cuma satu, saya dak tau engkau termasuk penulis jenis mana^^”.
Ini persis ucapan saya di postingan “Mengapa Saya Menulis”, tempo hari, tidak apa-apa lah di review lagi. Hehhehhehe..
Lalu sahabat saya ini cerita kalau novel garapannya itu rencananya jadi novel islami.
“Wow, novel islami!! Very surprising! Jujur, dari yang saya baca, sama sekali tidak menyangka ini bab awal dari sebuah novel islami. Hm, tapi sepertinya wajar. Saya baru membaca bagian awalnya saja. Novel yang bagus justru yang yang sering bikin kejutan dan memainkan logika pembaca sampai salah tebak. Tidak masalah, lanjutkan!! Seperti yang kau tahu, menulis bagi saya boleh saja liberal, acuh pada aturan, buta pada rule. Yang penting bukan isi tulisan yang liberal dan mencekoki pikiran dengan hegemoni. Meski jujur, bahasan islami adalah bagian yang agak berat disentuh nalar seorang saya, saya nyadar diri. Hehehehhe.. Saya menunggu tulisanmu saja. Di pengantarnya juga bisa disertakan sedikit narasi “untuk mereka yang baru mengenal Islam.. (atau kalimat apalah yang lebih pas membahas itu).
Bagi saya, dunia sekarang terlalu miskin dengan tulisan semacam itu. Penulis sekarang terlalu sok tahu dan merasa hebat dalam agama. Tapi tidak lihat dan sadar kalau yang mereka tulis hanya untuk golongan yang benar-benar tahu agama. Kesannya menjadi sok tahu dan menganggap diri suci. Saya bukannya mau bilang, karena pengetahuan agama saya juga belum sempurna makanya saya mendukung. Kau punya gaya bertutur sendiri, yang jujur… sahabatmu ini akui kalau gaya bertuturmu berjenis kelamin hebat. Itu bakatmu, sumpah, keren dan bikin saya iri^^. Yah, saya cuma tidak senang dengan mereka, para penulis yang terlalu sok tahu tentang ajaran agama. Gebrakanmu setidaknya bisa menggetarkan zona aman yang mereka tempati selama ini. (Beuuuh…, saya terlalu banyak memujimu hari ini. Jarang-jarang saya mau melakukan ini untuk orang lain. Hm, TRAKTIR!!!!)”.
Setelah mengirim balasan email, saya baru nyadar, sepertinya saya lah yang sok tahu. Yah, mungkin maksud sahabat saya itu, saya adalah alien sok tahu. Wahaahahah.. Tapi jujur, ini komen se-awam-nya ke-sok tahu- an saya. :D Ah, terserahlah, blog juga boleh untuk curcol kan?
Em.., lalu apa inti postingan kali ini?
Sebenarnya cuma satu, main-main ke postingan lama saya tentang "Mengapa Saya Menulis" dungz.
Berbakat promosi, hehehheheheheh...