Wednesday 27 February 2013

Kosong

Kosong itu...


kau sibuk berkeliling, mencari di depan dan belakang..
ke kiri lalu ke kanan
tapi lupa mencari di atas...


Tuesday 26 February 2013

Award(ing)

Salam blogger.. ^^

Sedang be-beres blog, memindahkan isi ETALASE disini dan well, ternyata ada beberapa utang PR award yang belum kelar. Cek per cek ngutang dari tahun kemarin pulak. Bolehlah.. bagi-bagi award, lagian sudah lama tidak main award-an lagi. Sekalipun ide-ide sedang terbang menjauhi saya, toh, award juga bagian dari nge-blog, semacam penghargaan sesama blogger. Tapi saya berfikir, penghargaan dan penghormatan tidak melulu dengan award, bukan keharusan. Ruang dan waktu tidak pernah kompromi dengan label semacam itu. Ada beberapa hal yang malah menjadi sangat bermakna saat tidak diucapkan. Yang pasti postingan ini sama sekali tidak bermaksud meng-kotak-kotak-an sahabat blogger. Saya belajar menghargai kawan lebih dari sekedar ucapan.  :)

Utang dari Februari tahun lalu, ^^ kebagian award dari Mas Insan. Tittlenya rada bikin kembang kempis, blog ini dikate salah satu blog inspirasinya Mas Insan. #terbang. Itu tahun lalu, sekarang mah saya tidak yakin. Tulisan saya sedikit banyak mengalami pergesaran. Tapi semoga saja masih bisa berbagi sedikit manfaat. Amin.


#9th

Tidak berselang dua minggu, dapat award lagi dari Rima Aulia Alkhonsa. Mungkin sedang musim award. Rima bilang gini:
Ka Achi rangkaian kata yang kata yang jujur, apa adanya buat saya betah bertamu disini.
Another praise whos make me fly. #Geje. berikut penampakan awardnya.


#10th

Kemudian award dari Si Eksak, gilee... saya dikata okkots. Hahahhahah..
Surprising bener sama makhluk satu ni. Bisa-bisanya dia ngomong bahasa makassar, padahal saya saja yang dari jaman orok hidup di Sul-Sel belum pernah bisa ngemeng bahasa Makassar. Ckckkckkk.. T.O.P.B.G.T dah si eksak.

#11th

Then, award terbaru bulan ini, dari Akhmad Fahrurizal dan PS Holic. Karena sejenis, saya gabungkan saja.


Rule-nya :

  1. Nominate 15 fellow bloggers
  2. Let the nominated bloggers know that they have been nominates for this award
  3. Share 7 random fact about yourself
  4. Thank the blogger who has nominated you
  5. Add The Versatile Blogger Award to your post

So, here we go. 15 fellow bloggers yang kebagian adalah :

  1. Mugniar Marakarma
  2. Luqman bahri
  3. Della Firayama
  4. Irly
  5. @youchank
  6. Noorzmilanello
  7. Sandy A. Sahardaya
  8. Sabda Awal
  9. Opiniputra
  10. Blogs of Hariyanto
  11. anotherorion
  12. Banyu Kusuma
  13. Syam Matahari
  14. Edi Kurniawan
  15. Mas andy

7 random fact about me. Sure, nothing special bout it.

  • Suka baca. Saya masih penikmat buku bukan penggila. So, bukan kutu buku dungz. Beberapa penulis andalan saya seperti Paulo Coelho, Jostein Gaarder, Dan Brown, Pramoedya Ananta Toer, Dewi Lestari (I am mad of Supernova). Genrenya keliatan, buku/novel yang berbau psikologi, filsafat, petualangan, penuh teka-teki, sastra. Bagi saya, mereka penulis cerdas, tidak hanya melahirkan fiksi yang kuat secara intrinsik tapi lebih dari itu, mereka bisa membuat pembacanya merasa setingkat lebih cerdas setelah melumat buku-bukunya.
  • Suka pop dan instrumental, khusunya gitar dan piano. Sungha jung dan Yiruma sudah jadi andalan saya (backsound blog ini juga punya Sungha Jung). Tapi sodara-sodara, saya tidak bisa nyanyi apalagi main musik. Hahahha.. So, saat di suruh bernyanyi, saya akan bilang begini : "Maaf, saya tidak bisa menyumbangkan suara, suaranya sudah sumbang duluan". 
  • Pengagum Soe Hok Gie. Saya kagum mati pada makhluk ini. Ide-ide, kritikan-kritikannya, sukses buat saya melongo. Dia sukses membuat saya tidak menyerah mencari buku-bukunya (sudah 9 tahun dan saya sudah menemukan satu dari 4 buku yang saya cari), menikmati film dan puisi-puisinya. 
  • Saya senang dengan film-film bergenre action, thriller, crime, pokoknya tidak jauh-jauh dari bacaan saya. Plus suka dah sama film yang gadget-gadgetnya cuwanggih. 
  • Penikmat teater. Saya menikmati peran-peran Rieke jaman dia masih sering pentas monolong di Sabuga-Bandung bukan sebagai politisi seperti sekarang ini, juga Ria Irawan. Sayangnya jaman kampus, saya tidak lolos jadi anak teater gegara tidak ikut pengukuhan. T,T
  • Sampai sekarang masih penasaran sama ending cartoon seriesnya INUYASHA. 
  • Sekarang kerja jadi pelayan masyarakat dan masih terus belajar jadi hamba dan manusia yang baik.
Hosh..hosh.. panjang juga. But, thanks a lot buat Akhmad Fahrurizal dan PS Holic
Well, buat 15 orang yang kena tag, silahkan dilanjutkan Versatile Awardnya, plus doorprise silahkan comot salah satu award dari 3 award pertama tanpa syarat. ^^

Saturday 16 February 2013

Manusia seperti apa dirimu?

"Karena manusia bukan mesin atau mainan yang dibuat di pabrik, mereka spesial dan rumit. Apa yang menjadi tujuan hidup, keinginan bahkan kelemahan sekalipun, menunjukkan bahwa manusia itu unik dan memiliki kualitas berbeda-beda satu dengan yang lain. Kau harus mengamati cukup lama, hanya untuk bisa melihat garis luarnya". 
Go Dok Mi
~Quote adaptation~
Setelah sekian tahun, akhirnya Jumat kemarin saya ngurus SIM. Parah, benar-benar warga negara yang tidak patut dicontoh, hehheh. Berdua dengan kawan, dengan PeDe-nya mampir ke Polres, boncengan dan sama-sama belum punya SIM (quote "tempat berbahaya adalah tempat paling aman" terbukti benar. :D). Tapi bukan itu intinya. Sembari menunggu antrian, kawan saya banyak bercerita. Tentang kisahnya yang kena tilang berkali-kali, STNK disita, sampai pekerjaannya yang bejibun di kantor. Mungkin secara kasat mata, amanah di pundak saya lebih besar, tapi bicara volume kerja, 11-12 lah. 

with fren, before lunch

Ia berkisah, awal-awal bekerja (2 tahun lalu), semua serba tidak biasa, semua serba butuh penyesuaian. Yang paling terasa adalah cara memanggil atasan (kesulitan yang sama saat saya masih di BKD). Di tempatnya, kebetulan yang menjadi atasan adalah  keturunan bangsawan daerah. Bagi orang "enrekang" biasanya dipanggil dengan sebutan "puang". Istilah yang  sangat tidak fasih bagi lidah seperti kami yang tidak awam dengan sebutan-sebutan itu. (Kebetulan kami berdua bermukim di kecamatan sebelah yang sudah tidak kental dengan primordialis). Seperti evolusi, kemajemukan secara perlahan memberikan didikan yang tanpa sadar menggeser hal-hal lokal dan terbiasa dengan kesetaraan. Dan walhasil, orang-orang dari tempat saya lebih terbiasa dengan protokoler resmi dan memakai panggilan umum kepada atasan sebagai "Bapak" atau "Ibu".

Saya tidak sedang memposisikan diri untuk membedah primordialis ke ranah positif atau negatif. Atau bisa jadi bahasa saya yang terlalu radikal, menyebut kearifan lokal sebagai primordialis. Pada dasarnya, pemanggilan gelar daerah sebenarnya bukan masalah, malah makin kesini rasa-rasanya makin perlu untuk melestarikannya. Celahnya adalah beberapa person menjadikan "gelar" sebagai keharusan, entah itu gelar kebangsawanan, sejumlah tittle di depan atau di belakang nama sebagai sebuah prestise yang paten. Tanpa sadar diperbudak gelar. Naudzubillah. 

Mendadak saya ingat jaman kuliah pernah bertemu seorang dosen yang tidak mau meladeni pertanyaan saya, hanya karena saya tidak memanggilnya "prof" dan malah memanggilnya "pak". Awalnya saya pikir, mungkin saya kelewat dzu'udzon tapi begitu kawan saya di kelas berbeda juga mengalami hal sama pada dosen yang sama saya mulai mahfum. Toh, prof adalah titel yang tidak murah. Lain lagi kebiasaan orang-orang di tempat saya. Saban hari saya ke kondangan, saya seperti melihat "emosi" yang berbeda dari penerima tamu saat menyalami tamu-tamu bertitel haji/ hajah, kalau tokoh masyarakat sudah pasti beda lah yah. Timbul kesan, untuk saat ini "berhaji ke tanah suci" bisa jadi batu loncatan baru untuk meningkatkan gengsi dalam bermasyarakat. Semoga saya salah.

Lebih jauh, kawan saya berbagi tentang betapa seringnya dia disalahpahami. Orang-orang sepertinya terlalu nyaman untuk tumbuh dengan subjektifitasnya sendiri, katanya. Saya langsung mengiyakan. Toh, saya salah satunya. Bedanya, mungkin hanya di kadar waktu dan seberapa banyak fakta yang mewakili sebelum saya benar-benar menyimpulkan sesuatu. 

Dari kisah-kisahnya, saya semakin banyak belajar, Kita tidak pernah benar-benar tahu seperti apa seseorang, selama ia masih dibangun oleh "chip" bernama hati. Tidak ada alat ukur valid. Bahkan keimanan manusia begitu mudah goyah, karena hati tempatnya sesuatu untuk tumbuh dan dibolak-balik. Yang dilakukan manusia hanyalah menunjuk dan mengklasifikasi orang-orang yang menjadi pemeran utama ataupun figuran dalam hidupnya, ironi yang sekaligus memastikan bahwa kita sedang duduk manis di barisan penonton. Bukan tugas kita untuk menilai saya atau anda seperti apa, cukup memusingkan ingin seperti apa kita diingat dan dikenang orang-orang di sekitar kita, think it, became it, do it.  

Friday 8 February 2013

Positifkah Komunitasmu?

Beberapa orang hidup dengan seabrek rutinitas kompleks. Sebagai penyeimbang, selalu ada rumah kedua.  Memilih aktif di sejumlah komunitas di luar habitat sehari-hari, salah satu pilihannya. Entah itu dunia maya atau dunia fana di belahan lain. Mencari kawan baru, berbagi informasi tentang hobi, freshing, mencari kebebasan, bisa jadi pelarian dan atau sejumlah alasan lain yang menjadi motivasi mencicip sisi lain di luar sana. Tidak ada salahnya. 

Menyenangkan melihat mereka yang aktif dengan seabrek komunitas positif. Ah, bukan. Saya bahkan iri. Tempat saya saat ini, tidak mendukung untuk bisa aktif di sejumlah komunitas berlatar kesamaan hobi. Dan jadilah, tertawan. Komunitas baru saya -di luar pekerjaan-, sepertinya lebih banyak datang dari dunia maya, sejumlah forum yang ber-irisan dengan hobi dan interest. Dan tentu saja, taste-nya beda. Sangat berbeda malah. Lebih nyaman melihat wujud hidup daripada tuts-tuts keyboard serupa komen. Ya wajar, dalam urusan interaksi humanistik (duh, bahasa apa ini), 4D selalu lebih menyenangkan dibanding 2D. 

Layaknya magnet, ada dua kutub yang senantiasa bertolak belakang, utara-selatan, positif-negatif. Satu tindakan selalu melahirkan akibat, semacam aksi-reaksi. Sangat disayangkan, bahkan komunitas positif pun berpotensi menimbulkan kerugian. Terlalu bersemangat, over aktif, hingga tiba pada titik dimana seseorang lupa dengan habitat awal, lingkup kecil, keluarga/ rumah, apapun itu yang harusnya berhak atas porsi besar tanggung jawab. Kadang disadari, kadang tidak. Stadium empatnya sepertinya berada pada level sadar tapi tidak bisa menemukan jalan pulang. Sarkastiknya terperangkap lingkaran setan. Melenakan. Yah, apa-apa yang berlebih, over dosis, pasti berdampak negatif. 

Pict Source
Mungkin solusi sederhananya kembali ke diri masing-masing. Trust. Jaga kepercayaan orang-orang di sekeliling kita. 
Karena kepercayaan itu prematur. Seperti telur. Sekali ia pecah, akan sulit melindunginya lagi.

Random:
Just a note for me, menegaskan, mengingatkan... 
"kepercayaan butuh pembuktian".