Wednesday 30 December 2015

Toraja Utara, on vocation.

Salah satu kesyukuran saya melanjutkan pendidikan di jatinangor adalah fakta memiliki teman senusantara, di hampir semua kabupaten/kota se-Indonesia (kecuali Yogyakarta). Kenapa? Sebab begitu menginjakkan kaki di kab/kota yang lain, jadi tetamu, selalu ada kawan yang bersedia menyambut dan menjadi guide dadakan. Seperti kali ini, ada Arena Rante Maliku yang siap direpoti demi kami berdua (putri 17 sulsel) yang nyasar ke tempatnya, Toraja Utara.

Sudah jadi rahasia umum, Toraja dan Toraja utara didiami oleh mayoritas non-muslim. Subhanallahnya, disini mereka hidup berdampingan dengan baik. Sekalipun beda keyakinan, tapi adat menjadi penyatu yang baik. Kalau biasanya sebelum main ke Torut, bekal makanan adalah hal wajib yang harus disiapkan sebelum berangkat, maka kali ini, berkat Aren - Lurah Tagari Tallung Lipu yang juga muslim, kami jadi leluasa menemukan tempat shalat dan tempat makan halal yang tergolong minim di Toraja Utara. Alhamdulillah yaaa.. Kelar shalat dan makan, destinasi pertama kami adalah Ke'te Kesu, salah satu objek wisata andalan yang menjadi ikon Toraja utara.

Ke'te Kesu menyuguhkan deretan rumah adat yang dikenal dengan sebutan "Tongkonan". Terdapat 6 tongkon dan 12 lumbung padi yang dibangun berhadap-hadapan. Sebagai cagar budaya, Ke'te Kesu selalu menjadi pusat upacara kematian/ pemakaman adat yang dikenal dengan sebutan "Rambu Solo". Saya pribadi belum pernah menyaksikan langsung prosesi ini. Yang pasti selalu butuh biaya besar untuk bisa melaksanakan event besar ini.

Sayangnya, saat mampir ternyata tongkonan sedang di renov.
(With uci n krucil)
Saya sempat roaming dengan sesama pengunjung yang kebetulan penduduk asli Toraja Utara, kebetulan lagi bahasa Enrekang di tempat saya hampir sama dengan bahasa Toraja. Dari si bapak, saya diberitahu kalau usia Tongkon itu berkisar 400 tahun. Sekalipun sudah tidak ditinggali, tapi deretan tongkonan tetap terawat dengan baik. Oh iya, di Toraja terdapat semacam klan atau rumpun keluarga. Khusus cagar budaya Ke'te kesu ini, dirawat secara turun-temurun oleh keturunan Puang Ri Kesu.

Tanduk kerbau menjadi penghias tongkon
Di bagian depan Tongkon, biasanya ditemukan deretan tanduk kerbau yang disusun rapi bertumpuk ke atas. Tanduk tersebut berasal dari sekian banyak kerbau yang dipotong saat Rambu Solo' atau prosesi kematian. Jumlah tanduk ini pula yang biasanya menjadi tolak ukur seberapa kaya si empunya hajatan. Kata si Pak lurah, adat disini mengharuskan potong kerbau, bukan sapi. Padahal kalau bicara lebih enak mana daging sapi atau kerbau, jawabannya sudah tentu sapi. Belum lagi harga kerbau jauh lebih mahal dari sapi. Inilah ysng menjadi alasan kenapa banyak mayat yang tidak langsung diupacarakan tetapi disimpan sekian waktu, hingga dana terkumpul.


Masuk lebih ke dalam, di kiri kanan jalan akan dijumpai toko-toko souvenir khas toraja. Kebanyakan hiasan dari ukiran dan pahatan khas toraja, tas/baju/kain khas toraja, dll. Lebih ke dalam lagi, terdapat peti-peti mayat yang oleh masyarakat Toraja disebut erong, ada yang berisi mayat utuh pun tulang belulang. Selain itu, biasanya rumah mayat ataupun di erong gantung dipajang boneka si mayat yang disebut "tau-tau". Beberapa tau-tau yang bernilai tinggi bahkan dikunci dalam jeruji besi untuk menghindari pencurian.

Konon katanya, lingkaran coklat di belakang saya itu berisi ratusan tulang belulang.
With my beloved partner in crime and her son yang lucunya diberi nama oleh saya. ^^
Di belakang kami ini sebenarnya salah satu erong tua yang berisi belulang.
Hanya saja model terlalu gifo untuk melewatkan setiap sudut.
Berhubung habis hujan dan kondisi tangga menuju tebing mayat gantung sangat licin, bagian atas tidak sempat dieksplor lebih jauh. Dari Ke'te Kesu, kami beranjak ke Londa. Biasanya di bagian depan sebelum masuk gerbang kecil, pengunjung akan disambut oleh seekor kerbau yang hanya ada di toraja yang dikenal dengan sebutan "tedong bonga". Tapi kali ini tidak ada.

With Lurah Tagari Tallung Lipu (paling kanan) and uchi's kru.
Londa.
Peti mayat atau erong biasanya diselip di lubang-lubang pada tebing, digantung atau dimasukkan ke gua-gua.
Objek wisata di Toraja memang tidak jauh-jauh dari kuburan atau peti mayat, dengan prosesi adat pemakaman mayat sebagai faktor penarik wisatawan terbesar.. Di londa, pengunjung akan diajak menyusuri lorong-lorong gua, bertemu dengan (lagi-lagi) peti mayat dan mitos dibelakangnya. Cukup menyewa pembawa lentera, pengunjung akan puas berpelesir.
Beberapa peti atau erong dalam gua.
Salah satu spot yang kata guidenya selalu jadi tempat andalan berfoto.
Oye, uchi n' kru tidak masuk. Ane doang sama yang empunya kampung. #eh
Last shoot before good bye.
Bertemu kawan lama selalu sukses membumikan kenangan-kenangan. Siapa sangka, saya diberi kesempatan bertemu kawan ngampus di nangor yang belum pernah bersua sejak kelulusan 6 tahun lalu, uchi. Padahal satu kontingen, cuma beda kabupaten, terpisah utara dan selatan. Maulid yang gandengan dengan natal, ditambah weekend defenitif di hari sabtu dan minggu sepertinya jadi kesempatan besar planning kemana-mana. Pada awalnya saya ada planning cuus ke makassar, sekedar buang suntuk sekalian jenguk gramed. Setahunan buku-buku di rak belum nambah kawan. Tapi kabar hujan dan macet di kota metro, sepertinya cukup sukses memekarkan malas kemana-mana. Fix, batal.

Batal pergi ternyata berkah, bisa meet up dengan dorang dua sa pu kawan lama, kawan senasib sepenanggungan. Dan lalu... cerita-cerita jaman kampu, sedu-sedannya pendidikan, kisah-kisah deviasi, kisah-kisah keluar kontingen, semuanya mengalir kembali. Waktu yang tepat menertawai kebodohan-kebodohan jaman dulu. Miss you all..

Note:
Maaf foto-foto yang di upload kurang mewakili/ mengeksplor Ke'te Kesu dan Londa, maklum saya prefer catch the moment dengan kawan ketimbang memperkenalkan kedua tempat itu. #eh. Dan thanks a lot buat Lurah Tagari Tallung Lipu atas jamuan dan servisnya. Sukses terus.


Tuesday 22 December 2015

Akhir tahun, momen review dan resolusi.

@asrianiamir17
Optimism is a happiness magnet. If you stay positive, good things and good people will be drawn to you..
-Mary Lou Retton-

Dekat-dekat akhir tahun, biasanya selalu identik dengan momen review dan resolusi. Sosmed sekaliber facebook bahkan tak ketinggalan. Beberapa hari ini setiap kali buka app -nya selalu saja review tahunan bertengger paling puncak. Tidak ada salahnya, anggap saja ini salah satu momen yang tepat untuk merekap pencapaian-pencapaian dan hal-hal yang tertunda. Mengenai yang satu ini saya pro, perihal mengistimewakan atau merayakan penyambutan tahun baru, saya out of the box. 

Kenapa perlu merekap? 
Sejatinya hidup manusia selalu dipenuhi keinginan-keinginan yang tak terbatas. Detik ini meresolusi keinginan memiliki atau mencapai A, besok lusa keinginan memiliki atau mencapai B, demikian seterusnya. Kalau hidup ibarat puzzle, maka keinginan-keinginan adalah kepingan puzzle yang menunggu dilengkapi. Dengan merekap artinya kita membuat kesempatan untuk meninjau pencapaian diri, hasilnya positif apa tidak? Kesalahannya dimana? Potensi mana yang terabaikan, disalahgunakan atau kurang diberdayakan? Anggap saja semacam monitoring dan evaluasi kegiatan pribadi dalam kurun waktu setahun belakangan.

Saya? 
Untuk tahun ini, dari semuanya, satu hal yang paling saya sesalkan adalah terjebak antara stabil dan stagnan. Sangat melenakan. Pekerjaan, keinginan dan kebutuhan seolah berjalan mulus di relnya masing-masing. Tetiba di penghujung waktu, tanpa sadar semuanya sudah jadi masa lalu begitu saja. Merasa ada yang hilang, ada yang kurang. 

Benar kata orang, adalah merugi bagi orang-orang yang tidak belajar dari kesalahan sendiri. Lebih rugi lagi, orang-orang yang tidak mau belajar dari kesalahan orang lain. Karena apa? Tidak ada jaminan umur ini cukup untuk melakukan kesalahan-kesalahan itu sendiri, lalu kemudian belajar. Jadi sekalipun orang-orang bertumbuh dan dewasa dengan caranya masing-masing, tak ada salahnya belajar kebijaksanaan dari pencapaian dan hal-hal yang tertunda. Stay positive!!

Wednesday 16 December 2015

What's on your mind?

Kalau dipikir-pikir, sepertinya salah satu penyakit dari blogger musiman yang ingin bangkit dari mati suri adalah jatuh bangun mengubek-ubek isi kepala yang entah karena terlalu kusut atau memang sedang kosong sehingga sulit menemukan mana ujung mana pangkal. Bermimpi berjalan di koridor yang tepat tapi pintu depan saja belum ketemu. Entah bagi orang lain, tapi untuk kepala yang ini sepertinya selalu begitu. Lagi-lagi tertawan rutinitas, lagi-lagi dilenakan keseharian. Tak salah kata orang kebanyakan, stabil dan stagnan itu cuma beda tipis. Terlalu tipis untuk bisa membedakan kalau ternyata sekarang sedang stagnan. 





Lucunya, setiap bertemu dengan keinginan bisa khusuk nge-blog, selalu saja seolah-olah ada yang menghipnotis saya untuk mengais-ngais memori, mencari adakah yang bisa dibagi untuk menjadi sebuah tulisan di rumah yang ini. Sering kali lupa bahwa memandang sekitar sebenarnya memberi kans yang lebih besar untuk menemukan hal-hal yang lebih menarik untuk ditulis. Kalau sudah begini, kadang kesimpulan paling "mbuh" akan berujung pada : "Mungkin ini yang disebut suka hidup dalam pikiran sendiri". Parahnya, ini tumbuh subur dan mekar menjadi semacam obsesif compulsif. Kepala ini selalu mengomandoi untuk mencari apa yang saya punya, apa yang sudah ada, mencari ke dalam dulu, opsi melihat keluar baru belakangan. 

Kali ini pun begitu. Lagi-lagi random yang pegang kendali. Kepala yang ini tak serapi manivest versi "inside out" bahwa manusia adalah ruang kontrol yang dikomandoi oleh avatar joy, sadness, fear, disgust dan anger yang setiap saat bertukar posisi agar tetap kondusif. Lalu ada bentukan lain yang selalu memegang peranan penting, kenangan. Kalau kata Joy, bagian terpenting dari semua kenangan adalah "pure memory" yang bisa mejadi tameng kuat yang baik untuk manusia. Menjadi vaksin agar "si manusia" tetap jadi pribadi baik. Tapi bukankah apa yang menjadi kekuatan biasanya juga menjadi kelemahan di saat yang bersamaan. Contoh paling riil keluarga, selalu jadi kekuatan dan kelemahan di saat yang bersamaan. Jadi saya kurang percaya kalau pure memory bisa selalu berakhir dengan konotasi positif. 

Dalam ranah ilmiah, bisa jadi avatar joy, sadness, fear, disgust dan anger adalah unconscious mind, alam bawah sadar yang selalu bergerak meski tidak sinergi dengan alam sadar. Meski begitu dia selalu saja punya cara tersendiri untuk berkomunikasi dengan alam sadar. Menulis, salah satunya. Sesibuk-sibuknya jejari mengetuk tuts untuk postingan ini pun harusnya adalah salah satu cara bagi keduanya untuk berkomunikasi. Kalau biasanya malam katanya ruang bagi sufistik untuk menampakkan diri, di detik saya ingin khusuk nge-blog, kepala yang ini, bukannya sufistik, malah sedang random-randomnya merekap keinginan-keinginan fana yang tak kunjung kelar..

  • tentang keinginan punya peta konstelasi bintang ukuran jumbo, dengan 88 rasi lengkap, biar bisa dibingkai rapi, pajang di kamar.
  • tentang buku ensiklopedia astronomi yang isinya lengkap, termasuk kisah mitologi di belakang setiap rasi.
  • Kepingin ngerasain sensasi main budgee jumping
  • Punya puzzle 1000 pieces dari foto sendiri dengan tema retro ato hitam putih.
  • Punya kebun kaktus dan secculent tepat di luar jendela kamar
Hmm... sepertinya saya memahami satu hal. Menulis seperti ini tanpa sadar telah mengurai selembar benang kusut dari unconscious mind seorang blogger musiman yang ingin bangkit dari mati suri. Walaupun ujung benang kusut itu hanyalah sejumlah keinginan abstrak yang tak kunjung kelar. Lol
Have a good night, dear you!!