Wednesday 20 December 2017

Perjalanan Mengunjungi Diri Sendiri

Ibukota selalu menawarkan fenomena sosial yang luar biasa. Macet, hanya salah satunya. Entah berapa banyak artikel kontra produktif tentang ibukota di linimassa yang kita lahap setiap harinya, bahkan syair-syair para pujangga merunut ibukota bukanlah formulasi yang baik untuk antibodi, justru ia adalah instrumen pembentuk stress yang luar biasa. Dulu, saya juga termasuk bagian yang mengamininya. Menelan mentah-mentah betapa ibukota hanyalah sebuah ruang penuh pikuk yang diselubungi hal-hal tidak manusiawi. Lucunya, entah sejak kapan, saya mulai mencari ruang lega di antara ketidaknyamanan, semacam belajar menikmatinya.


Ada yang selalu menyenangkan saat bepergian ke ibukota. Entah itu perjalanan beberapa hari ataupun  sekedar perjalanan singkat, seperti kali ini. Senin pagi tetiba kakak perempuan saya ngasih kabar, disuruh jemput ponakan yang kebetulan sudah masuk waktu libur sekolah. Buru-buru beresin rumah, masak seadanya buat bokap, dan well, ba'da dhuhur langsung cuss ke bandara. Lengkap dengan drama hampir ketinggalan pesawat. Tetiba saja, jadwal penerbangan dipercepat. Untungnya, no bagasi, cuman bawa ransel doang. Di eskalator masih sempat ngakak-ngakak sama ibu-ibu yang juga hampir ketinggalan pesawat. Entah kenapa, bertemu seseorang yang senasib seringkali menghadirkan semacam ruang lega, jeda diantara perasaan "kepepet" bin "terjepit". Iya kan.


Ini kali pertama saya bepergian tanpa bagasi dan ternyata sangat menyenangkan, semua jadi terasa lebih ringkas. Waktu terasa lebih luang memperhatikan sekitar. Hanya berselang 10 menit, sejak turun dari pesawat, saya sudah di depan bandara, menunggu damri menuju gambir. Sepertinya waktu sedang berpihak kepada saya, tidak terlalu lama, damri pun menepi. Saya duduk bersebelahan dengan seorang ibu muda dan putrinya yang lucu. Dari percakapan kami, saya tahu kalau ia baru saja mengantar keluarganya yang hendak bepergian dengan putra pertamanya ke Padang. Putri kecilnya bahkan mengenalkan saya pada kakaknya, saat video call. Dunia masih indah kan? 


Di Stasiun Gambir lebih seru lagi. Begitu turun dari damri, saya mencari-cari tempat yang nyaman menunggu si kakak. Ada banyak orang disana, menunggu. Entah kawan, entah keluarga, entah dagangan laku, entah calon penumpang, yang sekedar bengong juga banyak, entah. Saya memutuskan berkeliling. Pertama, nongkrong tidak jelas dengan mamang bajaj depan monas, kebetulan lagi seorangan nunggu penumpang, dia heboh cerita aksi bela palestina, hari ahad kemarin. Namanya Pak jajang, semangat bener dia. Sayangnya ceritanya diinterupsi penumpang yang menawar jasanya. Saya memutuskan masuk ke stasiun. 



Di dalam stasiun, saya gemes sama seorang anak kecil, perempuan, dia main sendiri. Anaknya aktif, dan ribut keteteran mengejar bolanya. Refleks saja, saya mendekatinya, bantu mengejar bola, mencereweti dengan pertanyaan ini itu. Tetiba seorang perempuan setengah baya menarik anak itu dan membawanya pergi. Disisipi drama, ekspresi takut kepada saya, mungkin pikirnya saya punya niat jahat pada putrinya. Wajarlah, ini stasiun. Tempat yang sepertinya mewajibkan setiap orang untuk memasang "awas", setingkat lebih tinggi dari biasanya. Saya hanya bisa minta maaf dan juga berlalu dari sana.


Jakarta selalu sukses bikin kepala kemana-mana. Semakin intens memandang sekeliling, semakin banyak tatapan-tatapan yang bisa diterjemahkan. Ini menyenangkan. Saya terus berkeliling, ngarap beud bisa nemu yang dagang sempol ayam, tapi nope. Saya memutuskan bergabung dengan penumpang lain, di ruang tunggu. Lumayan, 40 menit sejak turun dari damri, berlalu begitu saja. 


Sebenarnya ada banyak hal-hal kecil yang mampu memanusiakan manusia, hanya saja, kita seringkali tidak punya cukup amunisi untuk melakukannya. Iyah, kita terbelenggu rutinitas, terhimpit deadline, tertekan ekonomi, dan lebih sering melupakan positif thinking. Sulit? Iya. Harus ada usaha besar untuk memberikan ruang positif itu sendiri. Ia tidak datang begitu saja, tetapi dipelajari, dan harus terus dipelajari, hingga bisa diinternalisasi. Pada level itu, semuanya hanya perkara memori otot, akan datang sendiri. Anteng beud ngomongnya yah? Hahahha. Saya percaya, ketika kita mengulang-ulang hal positif, terngiang-ngiang di kepala, akan lebih mudah diinisiasi bawah sadar, menjadi filtrasi yang mumpuni menjalani hidup. Saya mendadak teringat buku "Positif Feeling"-nya Erbe Sentanu. Katanya kira-kira begini :


Pikiran positif memang penting tetapi perasaan positif jauh lebih penting lagi. Sebab ia membuka jalur energi menuju Ilahi, semacam pintu berkah, dipuncaknya ada ikhlas. Sedang ikhlas adalah tiket untuk bisa berbahagia.


Orang lain tidak akan bisa menjanjikan bahagia, semua tergantung penerimaan dan per-maklum-an setiap individu. Dimulai dengan positif feeling.


NB :
Menengok blog, diantara tugas akhir kuliah yang numpuk.
Sempaaattt. Hahahah
#cariwaras

 

 

Sunday 17 September 2017

Parking

Entah untuk kali keberapa saya mengolok-olok diri sendiri sebagai "robo sapiens". Menganggapnya satir bagi spesies manusia dengan rutinitas yang terjadwalisasi, manusia pabrikan - Robot. Bukan tanpa alasan, sebagai pekerja kantoran, bangun dan tidur sudah memiliki jatah waktunya masing-masing. Perkara apapun di-setting dengan durasi hingga "alarm deadline" berbunyi. Beberapa menyebutnya target dengan kesan robotiknya yang kuat, kadang menjebak, tak jarang menjemukan. Sekalipun demikian, sepertinya saya menikmatinya.

Adanya "goals" menghadirkan perasaan bersemangat menjalani hari. Ternyata menganggap setiap hari sebagai tantangan, membuat hidup terasa lebih renyah. Benar kata orang-orang, hidup itu perkara sudut pandang. Ketika ia dimaknai positif, maka raga pun memaknai positif. Setelahnya pencapaian-pencapaian pun mengikuti. Faktanya, "formula" tersebut mematangkan saya. Tidak terhitung berapa banyak hal yang terselesaikan dan ditemukan jawabnya dari titik ini.


Lalu bagaimana jika "robo sapiens" yang itu tiba-tiba berganti rutinitas?
Ketika alarm deadline beralih ke versi yang lebih dinamis? 

Saya tidak yakin bagaimana rasanya sebelum saya benar-benar melaluinya. Di titik kulminasi "mbuh" dengan rutinitas selama ini, ritual "melarikan diri" dan butuh "hilang", seperti tidak lagi sukses menjawab kekosongan saya. Dan lalu, awal tahun ini, sudah haqqul yakin ingin mencicipi rutinitas yang berbeda. Gayung tersambut, saya mengkhatamkan semua step hingga akhirnya agustus kemarin tugas belajar pun sudah dikantong. Bagaimana rasanya? Sekian tahun meninggalkan bangku sekolah dan sekarang kembali, membuat saya sangat bersemangat. Kalau di kantor biasanya bertutur praksis, perlahan-lahan mulai membiasakan diri dengan bahasa ilmiah yang masif menginvasi telinga. Ada senang dan perasaan lucu hadir bersamaan. Saya menikmatinya.


Sebulan dengan rutinitas ini, ada kelegaan yang luar biasa, tidur pun terasa lebih nikmat. Saya baru menyadari, memegang amanah membuat saya seringkali mengkhawatirkan hal-hal dalam keseharian. Apa prosedurnya sudah terpenuhi? Apa kebijakannya sudah tepat? Apa sudah adil? Banyak. Bukan karena tidak mampu, tapi untuk seorang (a little bit) perfectionist, itu beban. And well, i'm in. Hahahah. Saya percaya selalu ada pertama kali dalam hidup, selalu ada fase belajar. Selama ada niat, semua hal bisa dipelajari.

Dari semua,  perubahan terbesarnya adalah saya mulai mencicipi tidur siang, sesuatu yang dulunya sangat mahal. Untuk pertama kalinya saya tidur siang tanpa merasa kepepet balik kantor. Terdengar sedikit berlebihan, tetapi untuk seseorang yang alarm biologisnya hanya memberi jatah tidur 5 jam sehari, itu luar biasa. Alhamdulillah.

Bertemu orang-orang baru memang menyenangkan, tapi pergi dari orang-orang yang sudah biasa membersamai juga bukan kenyamanan. Saya merindukannya. Sekalipun hanya bisa mengucap maaf bila terselip khilaf dan terima kasih yang luar biasa untuk kesempatan belajar dari sesiapa yang pernah mampir ataupun melintas. Saya belajar banyak dari interaksi, dalam tutur kata dan perbuatan para sahabat. Semoga setiap keputusan atas pilihan - pilihan yang ada senantiasa memberikan pembelajaran yang positif.


NB:
Well, berganti rutinitas itu melegakan tapi sekarang saya bingung. Jadwal kuliah MPD hanya di hari jumat dan sabtu. Terus, Minggu sampe kamis, "pengangguran yang ini" harus ngapain yah? Hahahah.
#masihbingungcarireferensi

Ada ide? 

Tuesday 23 May 2017

Iqra'

Saya sedang finishing konsep proyek perubahan atasan, ketika sebaris pesan spam mampir di selular. Ekspresi pertama, saya tersenyum, apa ini waktunya ngalor-ngidul lagi? Beberapa kawan kadang datang dengan "spam" semacam ini. Beberapa orang mungkin akan berkata, "Apa sih? Gak penting amat". :)


Sesi selanjutnya mungkin akan terdengar sangat konseptual. Sungguh, ini bukan sesi jumawa, saya sedang menuliskan penguatan-penguatan untuk diri saya sendiri. Bagi saya, orang-orang harus terus berdiskusi untuk tetap "waras". Malah justru menyenangkan, tak jarang subjektifitas menjadi bijak saat dikomunikasikan, dimulai dengan berbagi pendapat tentunya. Trust me. 

"Bagaimana pandanganmu terhadap orang-orang yang kadang berkesimpulan, proyeknya goals karena rajin Dhuha atau dagangannya lancar setelah naik haji dan berdoa disana? Masihkah ada terselip rasa sombong?"

Sebuah pertanyaan sederhana yang ternyata bisa mengajak berfikir dan berkontemplasi. Terbukti, satu setengah jam setelahnya terlewatkan hanya dengan membahas pertanyaan ini. 

Mungkin semua akan mengamini bahwa tidak ada yang benar-benar tahu isi hati manusia selain dia sendiri dan pencipta. Satu-satunya yang membedakan pribadi yang satu dengan yang lain adalah caranya membuat dan atau menemukan penguatan-penguatan untuk dirinya. Di perjalanan menemukan "penguatan-penguatan" tidak melulu dihadiahi "reward" dari sang pencipta. Kita meminta, berusaha, kadang hingga jatuh bangun tapi solusi tak kunjung datang. Proyek goals ataupun dagangan lancar karena Tuhan sedang menjawab. Dhuha dan naik haji hanya sarananya. Metode "penguatan" yang dipilih si fulan/ fulanah.

Bagi si fulan dan fulanah yang sudah jatuh bangun, kerja keras banting tulang, ikhtiarnya sudah luar biasa tapi reward tak kunjung datang, jangan sekali-kali berkecil hati. Bisa jadi, Tuhan sedang menghampiri dengan cara yang lain. Mungkin lewat ujian, si fulan/ fulanah sedang diajarkan hikmah yang lain, agar ia lebih kuat, lebih banyak belajar dan lebih bersyukur dengan keadaannya. Allah menjanjikan meninggikan derajat orang-orang yang sabar.

"Sungguh Kami benar-benar akan menguji kamu sekalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjuang dan orang-orang yang sabar diantara kamu sekalian". (QS Muhammad, 47 : 31)

Sabar memang bukan perkara mudah, karenanya manusia diperintahkan untuk belajar. Agama adalah perkara yang harus di-ilmu-i. Iqra'.., baca buku, baca sekitar, mari belajar. Kalau kata ki hajar, "jadikan setiap tempat sebagai sekolah, jadikan setiap orang sebagai guru". Benar bahwa yang membedakan kita yang dulu dan kita yang sekarang adalah pemahaman. Casing mungkin boleh sama, chipnya yang berubah, sudah di-upgrade sepanjang waktu. Pada jasad yang itu-itu juga, pemahaman dan pengalaman sudah sangat kaya, baik intensitas maupun kualitas.

Yang lucu, terkadang manusia sendiri tidak sadar kalau sebenarnya ia sedang menjalani proses belajar. Ada saja masalah yang terulang, sama tetapi hadir di waktu yang berbeda. Di kali kedua harusnya solusi yang kita pilih lebih baik daripada di kali pertama. Sebab di kali pertama, kita sudah menjalani solusinya, mengenal baik aksi-reaksinya. Di kali kedua, akal akan merespon, "oh, mungkin akan lebih baik bila saya melakukan ini". Mengapa? Sebab pengalaman berbicara dan akal merespon dengan menemukan manuver baru.

Hidup itu seperti ujian kenaikan kelas. Ada level-levelnya. Ketika pelajaran kelas satu sudah khatam, sok atuh manggaa.. ka kelas dua, tiga, dst. Bagi saya, ini salah satu cara Tuhan mengajarkan hamba-Nya. Salah satu alasan mengapa islam mengajarkan habluminallah (hubungan baik dengan Allah)  dan habluminannas (hubungan baik dengan sesama manusia). Sebab untuk bisa naik level, manusia membutuhkan manusia lain untuk belajar. Tanpa interaksi dengan sesamanya, mustahil manusia bisa belajar.

Setiap dari kita memiliki masalah masing-masing dengan intensitasnya tersendiri. Kadang masalah bahkan menjebak hingga depresi. Bisa jadi masalah yang sama menghinggapi dua pribadi, si A dan si B. Faktanya, si A mampu survive melewati, tetapi si B malah memilih bunuh diri, lari dari kenyataan. Mengapa si A mampu survive? Ternyata ia menjaga dengan baik habluminannas-nya, hubungan dengan sesama manusia. Ada kawan yang bisa memberikan penguatan atau apalah. Si A memiliki sarana belajar, iqra', sedang si B tidak. Maka beruntunglah orang-orang yang senantiasa terbuka hatinya untuk belajar. Semoga kita termasuk di dalamnya. 

#hanamasa
#latepost
#bumiaccilong

Saturday 6 May 2017

Dua Sisi Mata Uang

Tadi pagi tidak sengaja dapat pemandangan ini sepulang cek lokasi banjir Tontonan. Beberapa orang sedang panen bawang merah.

Lokasi Lingkungan Tontonan, Kelurahan Tanete, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang.
Sejak Kecamatan Anggeraja menjadi sentra budidaya tanaman bawang merah, muncul kelompok-kelompok baru dalam masyarakat. Mereka menyebut diri "pang-karyawan" artinya semacam buruh tani insidental yang biasanya menjual tenaganya untuk membantu panen bawang ataupun menanam bawang. Kegiatannya disebut “mangkaryawan”. Biasanya mereka  bekerja secara tim dengan seorang ketua sebagai pusat komando yang berfungsi sebagai “agen”, penghubung antara pemilik lahan dan mangkaryawan. Pemilik lahan yang membutuhkan tenaga, biasanya akan menghubungi "si Ketua", entah itu untuk menanam bibit bawang, memanen bawang ataupun pengelolaan bawang siap jual.

Yang unik dari "mangkaryawan", kelompok ini tidak mewakili strata sosial tertentu. Dari kalangan ibu rumah tangga, pegawai negeri sipil, pensiunan, semua membaur jadi satu. Motivasinya sederhana, bila di rumah hanya duduk-duduk saja tanpa menghasilkan, maka ikut "mang-karyawan" beda. Walaupun kegiatannya butuh tenaga, bisa dilakukan juga dengan santai, ada lahan berinteraksi dengan sesama (buibu kan kadang suka cerita ngalor-ngidul, sambil kerja, cerita dengan kawanpun jadi), bisa refreshing, melihat tempat-tempat baru (tak jarang tenaga mereka juga dibutuhkan dari desa/kelurahan/kecamatan sebelah). Di atas semua kesenangan ini, receh juga masuk kantong. Sistem yang digunakan biasanya borongan, kalau maksimal, bisa bergeser sampai 3 (tiga) tempat selama sehari. Dengan gaji yang berbeda disetiap tempat. Yang unik lagi, mereka bisa request menu makan sesukanya. Magnet yang cukup komplit.

Selain "pang-karyawan", ada lagi kelompok "pang-ojek". Kalau biasanya "pang-karyawan" ini didominasi ibu-ibu atau para perempuan, maka "pang-ojek" biasanya dari kalangan bapak-bapak atau kaum lelaki. Tugas mereka mengangkut dan memindahkan bawang hasil panen dari kebun  ke rumah si pemilik menggunakan motor trail. Bisa kebayang riuh-nya kalau rombongan motor trail "pang-ojek" ini, masuk pemukiman. 

Do you notice something?
Bila ditelisik lebih jauh, "mang-karyawan" sepertinya mulai menjadi gaya hidup yang baru. Ini "ruh"-nya semacam gotong-royong yang dikomersilkan, ketika bahu-membahu bernilai uang. Terkadang, mobilisasi penduduk yang luar biasa mampu melahirkan “kearifan lokal baru” di tengah-tengah masyarakat. Tak jarang pula, justru mengaburkan bahkan mematikan budaya lokal. Dalam masyarakat kompleks, akulturasi semacam ini sangat sulit direm. Sebab faktor ekonomi selalu menjadi konklusi akhir, kambing hitam yang klise.

Budidaya tanaman bawang merah telah terbukti meningkatkan ekonomi masyarakat. Fajar Online menyebutkan per 2016, penabung terbesar di BRI Enrekang adalah kalangan petani bawang merah, dengan digit mencapai Rp. 50 M. Keuntungan puluhan hingga ratusan juta sudah biasa dinikmati petani. Jalan menuju masyarakat agropolitan semakin terbuka lebar. Bawang juga yang membuat Kabupaten Enrekang diperhitungkan di kancah nasional. Data dari Kementrian Pertanian yang dilansir media online Rakyatku, untuk median maret - april 2017, Enrekang memiliki jumlah produksi tertinggi mencapai angka 400 ton, mengungguli Bima - NTB dan Brebes - Jateng yang produksinya menurun. 

Melihat ke belakang, sekitar tahun 2014, ketika harga bawang merah mencapai Rp. 80.000,-/ kg, dalam sebulan, hampir 20 orang kepala keluarga mengajukan permohonan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) ke kantor kelurahan. Dan semuanya rata-rata mengusulkan membangun rumah kayu dengan bahan dasar kayu ulin/ kayu besi. Luar biasa. Tak heran, masyarakat menjadikan budidaya tanaman bawang merah mata pencaharian utama, bahkan sidejob bagi para PNS.

Di satu sisi, budidaya bawang merah telah berhasil mengawal masyarakat menjadi mandiri dan sejahtera. Tetapi di sisi lain, budidaya bawang merah juga melahirkan momok baru. Bawang merah yang menggiurkan, berdampak langsung ke lingkungan. Pengalihan fungsi hutan menjadi lahan pertanian, mengurangi luasan daerah resapan air secara signifikan. Penggundulan mulai terlihat dimana-mana, banjir dan longsor mengintai setiap kali hujan datang, penggunaan pestisida pun tak jarang memakan korban, kasus sengketa tanah menjamur.

Sosial kultural masyarakat pun mulai berubah. Besarnya keuntungan budidaya tanaman bawang merah, memunculkan kelompok-kelompok sosialita, juragan-juragan bawang. Dengan mudahnya anak-anak diberikan fasilitas, mulai smartphone, sepeda motor dan bahkan mobil. Tanpa dibatasi, tanpa pembimbingan dari orang tua. Mulai marak kasus sosial, tawuran antar kelompok, pernikahan dini, isu perselingkuhan. Kalau dulu, naik pesawat adalah sesuatu yang mahal dan jarang, bawang mengubah masyarakat dengan mudah melakukan apapun. Pelesir menjadi sebuah kewajiban, destinasi domestik, tak jarang luar negeri. Eksistensi semakin wajib dan dicari, berlomba-lomba mendaftar untuk muncul di tv dalam acara "Mama Dedeh" ataupun "Islam itu Indah". Update sosial media menjadi sunnah muakkad. Ironi.

Alhamdulillahnya, diatas semua kompleksitas pergeseran sosio-kultural tersebut, ada juga yang menggembirakan. Jumlah jemaah umrah di Kecamatan Anggeraja selama 2 (dua) tahun terakhir meningkat. April kemarin, sekitar 300-an orang jamaah berangkat ke Makkah untuk Umrah, melalui agen masing-masing. Untuk ukuran kecamatan kecil, ini adalah angka yang fantastik. Semoga menjamurnya travel umrah, mampu menguatkan pondasi religius yang telah lebih dahulu menjadi bagian masyarakat ini.

NB :
Hanamasa.
Malam minggu se-random ini. 
Sehat, buk? Hahhaha.

Thursday 27 April 2017

Big Bad Wolf Books Indonesia, Surganya Pecinta Buku.

Big Bad Wolf Books is in the house!! ^^



Surga, iya surga!!
Jangan ngaku pecinta buku kalau belum tahu yang satu ini. Big Bad Wolf Books Indonesia. Ini kali ketiga, bazaar buku terbesar di Asia Tenggara ini hadir di Indonesia. Bagaimana bukan surga, lets count, event ini menyediakan lebih dari 5 juta buku dari berbagai genre dengan menyasar semua kalangan usia, plus sale 60 - 80 % untuk setiap item buku, selama 24 jam sehari tanpa nonstop mulai tanggal 21 April kemarin sampai dengan 2 Mei besok. Renyaah. #lebay ^^ 

Tahun ini, euforia BBW sepertinya mampir lebih cepat. Kekuatan sosial media. Sejak maret, website resmi BBW Books sudah "sounding" ke followersnya. Saya termasuk yang ikutan fight ngejar VIP ticket, biar leluasa hunting buku sebelum bazaar resmi dibuka. Saya pribadi tahu tentang event ini, baru tahun kemarin. Ketika BBW Books Indonesia hadir di Surabaya. Itupun dari report sejumlah blogger yang kebetulan kebagian VIP tiket. BBW memang selalu menawarkan VIP tiket kepada khalayak, termasuk blogger/ vlogger, dengan syarat dan ketentuan masing-masing. Saya sebenarnya juga kebagian tiket VIP untuk blogger, hanya saja telat nyadar, telat ngecek email dan well terlewatkan. Alhamdulillahnya kakak perempuan saya yang kebetulan berdomisili disana juga kebagian tiket VIP, entah lewat jalur mana. Mungkin via quiz yang juga dilakukan BBW Books setiap harinya.
Khanza dan VIP Ticket.
Mukanya disensor, request keras dari mamake yang parno sama elegi anak dan jekardah. 

Secara fisik, saya memang tidak hadir langsung disana. Hanya saja di bazaar kali ini, kakak menerima jasa titip buku BBW Books. Tahu adik-adiknya juga punya list buku-buku incaran yang naudzubillah, jadilah adik-adiknya diberdayakan sebagai admin khusus yang mencatat orderan customer saat live report. Yah, hitung-hitung pengganti jasa titip. Guess what? Even, cuman ngerekap via chat wa. Ternyata antusias buibu yang nitip buku luar biasa sekali, setiap si kakak habis upload foto, berselang beberapa detik muncul, iyes, mauu, keep it. Walhasil buku-buku di list huntingan sendiri, terlupakan.

Seheboh itukah BBW Books?
Suasana BBW Books Indonesia "VIP Days" tanggal 20 April 2017
Suasana BBW Books Indonesia tanggal 24 April 2017, pukul 00.17 WIB
Silahkan bandingkan sendiri kedua foto di atas. "VIP Days", kata kakak memang lebih leluasa, tidak perlu desak-desakan, cuman pas antri.. panjang dan lama. Ditambah drama kecolongan 1 troly buku-buku titipan customer saat pergi shalat. Kasihan, padahal sudah capek2 mutar dan cari. Wajar saja antrian panjang, hampir semua pengunjung VIP days adalah mereka yang belanjanya ber-troli-troli.

Setelah drama pergi - tidak - pergi - tidak - pergi, akhirnya Minggu malam tanggal 23 April, si Kakak maen lagi. Demi melunaskan titipan buku, dua orang adik yang terlupakan saat sesi jastip. Pikirnya kali ini, nda bakal selelah antrian "VIP Days", ternyata ulalaaa.. Sami mawon. Ramai.

Di kali kedua, list buku-buku yang dicari memang tidak sebanyak saat hari pertama, customernya pun hanya saya dan si adik. Tapiii.. justru karena cuman dua customer, jadinya titipan pun membengkak. Si kakak yang berangkat jam 11 malam, landed savely 00.17 WIB, malah keliling-keliling dan live report buku-buku ketjeh yang tertangkap mata, tembus pagi. Subhanallaaaah... Yang dari awal sudah haqqul yakin, list hunting-an hanya buku-buku food combining dan buku-buku brainstorming. Yang tadinya sudah nitip sama kawan yang maen ke BBW pas minggu pagi, eh nambah lagi dan lagi. Titipan saya memang total cuman 12 biji dari kakak dan dari arya tapi suwer gaji bulan depan goyang juga lah nih. Ulalaaa..
Ok Fix. Sampai Januari 2018 tidak boleh belanja buku.
Hebohnya BBW apakah berbanding lurus dengan minat baca bangsa ini?
Entahlah. Yang pasti dari versi UNESCO tahun 2016 kemarin, dari 61 negara yang disurvei, Indonesia masih berada di posisi kedua terendah, urutan ke - 60. Terdengar miris, padahal "baca" adalah gerbangnya ilmu, informasi dan kemajuan mengekor di belakangnya. "Iqra". Sampai kadang-kadang kalau ketemu orang yang bawaannya suka marah atau uring-uringan, yang pertama kali kepikiran pastilah, kapan terakhir baca buku yah bapak ibu ini? Entah kenapa saya menganggap buku sebagai "healing item".

Tetiba ingat dulu jaman bocah, ibu selalu mencekoki kami dengan "majalah bobo" dan kadang kala dengan "sahabat pena". Suntikan pertama sukses, jadilah putra putrinya doyan buku. Mulai mandiri mencari ke perpustakaan, hingga mampu memilih dan memiliki bacaan sendiri. Hingga saat ini. Ah, skip.

2 Mei masih jauh, masih ada beberapa hari hingga BBW Books kelar, yang minat silahkan berkunjung langsung kesana, temukan serigala dalam diri kamu yang haus buku. Jangan lupa, pastikan menggunakan alas kaki yang nyaman plus bawaan yang simple. Yang pengen stalking dulu juga boleh. Link stalkingnya ada disini :

Official Big Bad Wolf Books Indonesia
Facebook BBW Books Indonesia
Instagram BBW Books Indonesia
Twitter BBW Books Indonesia

Selamat hari buku sedunia, fellas..

#postinganyangtertunda
#belumsempattidurbalasdendam
#dipostingsetelahcurhatanombroyangpanjangkalilebarkalitinggi
#intermezo

Friday 17 March 2017

Sewindu

#pathdaily Asriani Amir
07 Maret 2009 - 07 Maret 2017 (Anniversary PPM STPDN/ IPDN Angk. XVII)

Time flies so fast. Sudah sewindu saja meninggalkan Jatinangor tercinta. Seperti tahun-tahun sebelumnya, bak ritual setiap tanggal ini timeline pasti full flashback, dari postingan PDUB putih andalan sampai radiculous candid takut ketahuan pengasuh pas nyuri waktu tidur siang, takut ketahuan senior pas bawa makanan ke barak, too much to remember. Renyaaah. :) Bisa dibilang 7 maret selalu sukses membuat ngakak setengah mampus mengingat masa lalu. Selalu sukses memanggil ingatan suka dan duka dalam paket lengkap. Iyah, kampus merah putih adalah gunungan cerita yang tidak bisa terkhatamkan dalam semalam.

Bagi saya, tahun ini sepertinya berbeda. Entah kenapa lebih nyaman memandangi timeline sembari flashback ke hari pertama mulai bekerja hingga detik ini. Saya bertanya-tanya apa-apa yang telah saya lakukan sejak hari pertama bekerja? Seberapa banyak goals yang ditutup buku dengan predikat memuaskan - sangat memuaskan atau justru dengan title kurang - cukup. Sudah cukup tepatkah pola kerja saya menghadapi setiap masalah ataupun orang-orang diluar sana, kepada atasan juga bawahan. Saya bertanya-tanya seberapa banyak yang berjalan sesuai target dan ekspektasi saya? Seberapa banyak masyarakat yang puas ataupun tersakiti dari setiap kebijakan ataupun kebijaksanaan yang harus saya pilih? Seberapa banyak saya bisa belajar dari setiap episode yang melintas?
 

Ah, saya butuh banyak belajar. Semoga Tuhan selalu memberikan petunjuk terbaik-Nya, agar senantiasa amanah.

#hanamasa
#curhatcolongan
#nambahnambahpostblog
#postinganyangtertunda

Saturday 25 February 2017

Self Healing Program dengan Smoothie

Sepertinya semua akan setuju bila dikatakan bahwa kesehatan adalah prioritas utama yang paling sering terlupakan. Menjaganya tidak se-awas mengejar deadline pekerjaan. Persoalan asupan makanan misalnya. Banyak dari kita, orientasi dasarnya hanya makan untuk kenyang, bukan seberapa tepat pemenuhan nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Termasuk saya. Sejak lepas pendidikan kedinasan, praktis pola makan saya berantakan. Dari yang jam makan dan asupan makanan teratur sesuai jadwal juga tepat sesuai porsinya, bergeser menjadi serampangan, tidak teratur, tanpa sama sekali memperhatikan kandungan dalam bahan makanan yang dikonsumsi. Semua jenis makanan halal yang ada di depan mata, asal bukan ikan air tawar dan beberapa jenis jamur tertentu, pasti di-embat. Cinta mati pada seafood, makanan pedas, gorengan dan cemilan lainnya. :)

Lucunya meski pola makannya serampangan dan pemakan segala, berat badan susah naik. Spesies ectomorph kata orang, yang katanya even makannya naudzubillah, badannya segitu-gitu saja. Dan bagian paling tidak nyamannya, maag masih tidak kompromi dan alergi mulai menetap. Mengonsumsi sedikit saja ayam negeri ataupun makanan yang mengandung telur, tubuh langsung bereaksi, muka gatal-gatal dan memerah. Surely uncomfortable. Bagi pecinta wisata kuliner, alergi makanan yang semakin intens benar-benar mimpi buruk. Positifnya, gegara alergi setidaknya keinginan saya untuk memperbaiki pola makan mulai muncul. Mulailah saya menengok smoothie.

My very first smoothie.
Mungkin ada yang bertanya-tanya, lalu kenapa harus smoothie? 
Keputusan mulai mengonsumsi smoothie sebenarnya bermula dari curhat colongan tentang alergi yang tak kunjung almarhum sama si "mamak kucing", ujung-ujungnya dikasi contekan buat obrak-abrik website Kristina Carrillo, gadis muda yang dinyatakan sembuh dari penyakit hiperglukemia atau diabetes setelah mengubah pola makannya secara ekstrim, dengan hanya mengonsumsi buah dan sayuran mentah. Wow. Bukan berarti saya juga tertarik migrasi pola makan seperti Kristina, seafood itu surgaaa booo.. Saya lebih prefer ke healing power dengan memaksimalkan manfaat buah dan sayur. Rupanya hal ini sejalan dengan pandangan Hiromi Sinya, MD, salah seorang guru besar kedokteran Albert Einstein Collage of Medical yang juga spesialis endoskopi gastrointestinal (lambung dan usus). Dalam bukunya "The Miracle of enzyme", beliau menyebutkan :
"Seseorang yang sehat memiliki karakteristik lambung dan usus yang baik sementara karakteristik seseorang yang tidak sehat biasanya buruk. Nyata terlihat bahwa menjaga karakteristik lambung dan usus dengan baik berhubungan langsung dengan menjaga kesehatan seseorang secara keseluruhan"
Tubuh tergantung pada penyerapan makanan dan air pada sistem pencernaan. Jika kualitas makanan dan airnya buruk, sistem pencernaan kitalah yang menderita pertama kali. Tidak peduli betapapun buruknya bahan-bahan penyusun itu, sel-sel hanya dapat menggunakan bahan-bahan yang dikirimkan tersebut untuk membentuk sel-sel baru. Bisa dibayangkan, jika bahannya saja sehat, tentu saja healing powernya akan lebih maksimal. Jadi sangat tepat bahwa kualitas makanan dan minuman menentukan kesehatan seluruh tubuh.

Buku yang sama menyebutkan bahwa selain pola makan, pola hidup juga menentukan kualitas kesehatan seseorang. Hal-hal seperti makanan, air, olahraga, tidur, dan stres. Kelima hal tersebut adalah penentu utama kondisi asam dalam tubuh. Kena lagi saya, pola makan serampangan, olahraganya nol, manusia nocturnal yang sering terjebak insomnia dan mungkin juga stres. Melumat lembar demi lembar buku dr Sinya, sukses memunculkan asumsi bahwa alergi saya mulai menetap berkaitan dengan kondisi tubuh yang cenderung asam. Saya tetiba merasa bersalah pada mamak kucing yang sudah jauh-jauh hari menghadiahkan buku bagus tetapi dibiarkan tanpa dikhatamkan.

Dari asumsi awal, membuat saya semakin penasaran dan mulai intens membaca-baca literatur termasuk artikel-artikel random di mesin pencari google. Lampu hijau pertama, ternyata kondisi tubuh yang asam bisa diseimbangkan dengan memenuhi kebutuhan kalsium tubuh. Dan voila fellas, ternyata kalsium dalam jumlah besar juga bisa diperoleh dari buah dan sayur, bayam dan seledri misalnya.


Lalu kenapa harus smoothie?
Sebenarnya tidak ada alasan khusus, bila yang dipertanyakan adalah takaran vitaminnya, maka jawabnya jus dan smoothie sama saja, yang membedakan adalah kandungan serat. Jus yang tidak berampas tentu saja rendah kandungan seratnya, berbeda dengan smoothie, kandungan seratnya lebih banyak sebab semua bagian buah dan sayur dikonsumsi. Memilih smoothie, bisa jadi karena alasan kepraktisan. Buah merangsang pembuangan racun dan asam dalam tubuh, sedangkan sayuran menenangkan saraf yang letih dan membuang racun. Jadi manfaat buah dan sayur dapat diperoleh dalam sekali blend dan konsumsi. Lagi pula, tekstur halus setelah blend membuat penyerapan lebih maksimal.

Apel + Pisang + Bunga kol + Tomat + jeruk nipis

Beberapa catatan umum dari kebiasaan nge-smoothie beberapa waktu belakangan, saya rangkum disini :
  1. Smoothie yang baik adalah "Green smoothie", artinya campuran antara sayuran dan buah dengan perbandingan 3 : 2, 60% sayuran dan 40% buah. Bagi pemula sebaiknya perlahan-lahan saja, 60% buah dan 40% sayur, lalu 50 : 50 dan porsi yang tepat setelahnya. Setidaknya  ada rentang waktu untuk membiasakan diri dengan bau langu dari sayuran. Hal ini perlu menjadi perhatian, jangan sampai niat mencicipi pola hidup sehat direm mendadak gegara ampun duluan dengan sayuran dan buahnya. 
  2. Smoothie sebaiknya dikonsumsi "pure" atau tanpa tambahan gula, semacam "clean eating". Bila ingin manis, bisa diganti dengan madu atau kurma. Untuk lidah saya, sepertinya lebih bisa berdamai dengan kurma. Madu feelnya rada aneh apalagi setelah bercampur sayuran.
  3. Beberapa sayuran yang mengandung kalsium seperti brokoli, bunga kol dan sepupu-sepupunya juga mengandung oksalat yang tinggi. Oksalat ini kadang tidak cocok dengan penderita maag, solusinya kadar oksalat bisa diturunkan melalui peningkatan suhu. Jadi untuk sayuran jenis tersebut, biasanya saya masak/ kukus dulu dan dibekukan. Pas butuh tinggal comot dan blend.
  4. Smoothie setelah diblend harus langsung dikonsumsi, untuk menghindari oksidasi. Percuma sudah nge-blend kalau zat-zat penting didalamnya sudah teroksidasi.
  5. Smoothie tetap harus dikunyah sebelum ditelan, agar ptialin dalam rongga mulut tetap bekerja. Dan jangan lupa kebutuhan air setiap harinya, mengonsumsi smoothie tanpa memperhatikan kebutuhan air untuk tubuh, malah bisa berakibat simbelit. Sebab serat butuh air untuk bisa diserap sempurna oleh lambung.
  6. Bagi saya yang lagi fight dengan maag, smoothie membantu perut "lebih siap" dijejali makanan selanjutnya. Kalau biasanya bangun pagi rutin minum teh, perlahan kebiasaan tersebut tersubsitusi dengan smoothie. Smoothie lebih efektif dikonsumsi saat perut kosong di pagi hari.
  7. Hati-hati saat menambahkan rambutan sebagai resep smoothie. Rambutan yang baik untuk smoothie adalah yang masaknya pas, means kadar air dalam buahnya masih bagus. Rambutan yang terlalu masak mengandung alkohol yang tidak baik untuk maag, ditandai dengan kulit buah berwarna merah kehitaman dengan air buah yang banyak. 
  8. Smoothie bukan pengganti makanan. Beberapa orang salah menyangka saya rajin smoothie karena diet pengen kurus. Big No. Target bb ideal saya di 53 - 55 kg, sampai sekarang malah masih fight, masih butuh 6 - 8 kg untuk kesana. Tapi katanya smoothie memang bisa juga untuk menurunkan berat badan. Caranya cukup mengganti apel biasa dengan apel hijau. Selama mengonsumsi smoothie, alhamdulillah kebiasaan makan saya masih naudzubillah. ^^ Hanya saja pelumas mesin penggiling di lambung saya sudah aman jadi perut bisa lebih berdamai dengan makanan apapun. Badan bawaannya segar. Next resolution, belajar food combaining.
Beberapa "Morning Socking Smoothie Bomb" yang sempat saya coba.

Sebenarnya saya tidak berani mengatakan kalau beberapa resep smoothie diatas sudah tepat. Pernah sekali saya mencoba resep "sebelah kanan bawah", tepat ketika insomnia saya kumat, tidur cuman sejam lepas subuh. Bangun-bangun langsung nge-blend sirsak, rambutan, bayam, dan seledri. Tahu-tahunya di kantor bawaannya super lemas, padahal biasanya saya masih bisa ON asal sempat tidur sedikit saja. Entah karena pengaruh insomnia atau salah resep smoothie, tapi sirsak memang efektif menurunkan tekanan darah. Gegara pengalaman tempo hari hari, saya mulai berhati-hati mencampur buah. Malah sempat mengonsumsi "plain smoothie", 1 jenis saja, wortel misalnya. Untuk ramuan andalan, saya masih betah di apel + buah naga + bayam + seledri + jeruk nipis. 

Last but not a least
Berikut beberapa resep smoothie yang katanya "worth it" menurut mbah google :

3 Tangkai Kangkung + 4 Tangkai Selada + 1 Genggam Bayam + 1/2 Buah Lemon + 2 Apel

1 Cup kangkung + 1 Cup bayam + 1/2 Cup Nanas + 2 Apel + Daun Mint

Mangga + Pokchoy + Jeruk Nipis + Air Mineral

1/2 Pokchoy + 1 Mentimun + 1 Apel + 2 batang Seledri + Lemon + 1 cm Jahe

1 Lemon + 2 Apel + 1 cm Jahe + 6 Batang Seledri + 1 Mentimun + 2 Genggam Bayam


Untuk saat ini, hampir setiap pagi saya nge-smoothie. Sesekali ketika buru-buru atau stok buah dan sayur sedang kosong, saya menggantinya dengan nutrishake. Kandungannya kaya protein, omega 3 dan 6, dan juga tinggi serat. Bolehlah sebagai pengganti smoothie.


Semoga saja kebiasaan positif semacam ini bisa menetap. Dan well, saya berharap ada kawan dari background gizi yang tersesat dan berkenan meluruskan catatan-catatan saya di post ini. 

#hanamasa
#bumiaccilong
#selfhealingprogram

Sunday 22 January 2017

Goyang Lidah dengan Cakalang Suwir Level 20

Weekend selalu jadi waktu yang ditunggu-tunggu untuk semua, termasuk "Robo Sapiens" nyang ini. Bagi saya, sabtu biasanya jadi hari "membabu sedunia". Sepagian bersih-bersih, nyuci pakaian, geser furnitur kamar kalo lagi bosan, atau bongkar lipat isi lemari. Iyaah, kadang saya kasihan lihat pakaian kelamaan dikandangkan di lemari. Mereka juga berhak untuk bernafas. #eh. Nah, minggunya baru hari malas sedunia. #badhabit

Sebelum sesi kucek-kucek, biasanya saya ngais-ngais dapur, cari amunisi buat nyuci. Maklum saya nyucinya manual, pake tangan. Entah kenapa, rasanya tidak puas dengan hasil cucian mesin cuci. Lebih suka kucek-kucek, sikat-sikat, pake mesin untuk "spin" doang. Biar pakaiannya tidak kelamaan di jemuran. Pas ngais-ngais ternyata masih ada sisa ikan cakalang masak kuah yang dibawa bapak dari bulukumba. Mikir sejenak, bagusnya ikannya diolah pagemana biar ngences makannya. Weis, iseng nyoba bikin resep jejadian. Kayaknya sudah agak lama saya hiatus belagak chef di blog ini. Dan tattaaaadaaa...




Bahan :
Ikan cakalang rebus/kukus

Bumbu:
Bawang merah
Bawang putih
Cabe rawit
Lombok besar

Daun bawang
Jeruk nipis (peras)
Garam
Penyedap
Minyak goreng
Bawang goreng

(Sepertinya akan lebih enak bila ditambahkan serei dan jahe, tapi berhubung isi kulkas di penghujung minggu sudah sekarat, jadi saya skip)


Cara membuat:
- Bersihkan ikan cakalang yang sudah dimasak dari tulang, suwir kasar, lalu siram dengan perasan air jeruk nipis. Campur dengan sendok, sisihkan.

-Haluskan bumbu, tambah garam sekucupnya, tumis hingga harum. (Kalau pakai serei, cukup dikeprek dan tumis bersama bumbu halus. Kalau pakai jahe, haluskan bersama bumbu yang lain)


- Setelah harum, masukkan suwiran ikan cakalang, tumis hingga benar-benar kering. 

- Terakhir masukkan irisan daun bawang dan bawang goreng. Selesai.

Mengganti daun bawang dengan kucai ternyata tidak kalah endess,,
Enyaaakk. 
Dicampur nasi bak nasi goreng juga worth it lah.
Enyaaaakk.. 

Simpel dan sukses bikin lidah bergoyang. ^^
Resep jejadian nyang ini, sukses bikin perut begah, kekenyangan.
Alhamdulillah.

Friday 13 January 2017

Sebuah Perjalanan #VisitJogja


"Waktu tidak bisa dimiliki tapi bisa digunakan, tidak bisa disimpan tapi bisa dihabiskan."

Manusia itu ibaratnya perangkat lunak, dibangun dari jutaan sel dengan masa berlaku tertentu. Mother boardnya di kepala, pada setangkup daging lunak bernama otak. Supaya performanya tetap bugar, tentu saja butuh defrag ataupun maintenance secara berkala, demi mengurangi error dan membasmi cache yang menumpuk. Anggap saja proses maintenance itu sebagai vaksinasi, menyuntikkan formula positif dan suplemen yang tepat agar motor bekerja dengan baik.

Pertanyaannya : apa kabar suplemen jiwa? Sudah men-charge mindset untuk pencapaian-pencapaian positif tahun ini?

Dikuasai homunculus, di suatu pagi manusia yang ini menemukan dirinya sendiri tertelan random dan spontanitas, hanya karena tersesat di salah satu website yang menyuguhkan view yang mampu memanggil "feeling peacefully". Tanpa planning muluk-muluk perempuan ini langsung meluncur dan membereskan transaksi di salah satu penyedia layanan tiket online untuk perjalanan esok hari. Mungkin benar, terlalu banyak "cache" di sekian waktu belakangan punya kaitan erat dengan mekanisme penyelamatan/ perlindungan diri seseorang. Mungkin tidak bagi semua, beberapa orang mungkin bisa berdamai dengan suntuk, hidup dari cadangan semangat setiap harinya lalu me-recharge passion di sela-selanya. Bagi perempuan ini tidak. Suntuk adalah elemen kontraproduktif yang harus diberanguskan. Semacam alarm, pada suatu titik ambang batas, tombol maintenance otomatis teraktifasi untuk menyelamatkan "kewarasan".

Kadang saya suka menjuluki diri sebagai "Robo Sapiens", semacam satir untuk homo sapiens yang rutin dilumat jadualisasi. Terbangun di pagi hari untuk rutinitas yang itu-itu saja, sekedar melunaskan waktu sesuai jatahnya, kapan kerja, kapan ishoma, lalu kerja lagi, pulang, tidur, dst. Feel like i'm robot - manusia pabrikan. Terasa kosong, hambar. Seolah-olah ada yang hilang, ada yang tidak lengkap, yang seharusnya disana tapi tidak ada. Padahal engkau masih hidup dengan passion yang sama, ide-ide dan tubuh yang sama. Untuk saya saat "scene itu" hinggap, artinya sama dengan alarm kulminasi saya butuh "melarikan diri" dari rutinitas. Butuh "hilang".

Jogja ternyata pilihan yang tepat, saya kepalang jatuh cinta dengan suasananya.

Bukit Bintang, Gunung Kidul, Jogjakarta
Kelar landed safely, cari makan dan langsung melipir dimaree

Puthuk Setumbu, Bukit Manoreh, Borobudur
Saya rela menukar jam tidur demi menyapa merapi dan merbabu di pagi buta dari tempat ini
Kalau dipikir-pikir perjalanan kali ini sepertinya agak melankoli, saya lebih banyak autisnya ketimbang hebringnya, lebih senang memperhatikan sekitar, alam dan orang-orang di luar sana. Walhasil di 4 hari 4 malam perjalanan spontanitas, destinasinya tempat-tempat yang butuh tracking. Lepas landed safely, cari makan dan langsung lanjut ke Bukit Bintang, Gunung Kidul. Balik ke Blunyah Gede, tidur 2 jam-an dan langsung ke destinasi selanjutnya. Menukar jam tidur demi menyapa sunrise Merapi dan Merbabu dari Puthuk Setumbu. Ternyata ada banyak yang juga mengejar sunrise seperti saya. Di atas benar-benar ramai. Di antara sekian pengunjung, saya sangat tertarik dengan sepasang kakek nenek yang juga ada disana. Seolah tak mau kalah dengan yang muda, turut berjubel menunggu sunrise, menunggu momen tepat untuk cekrek-cekrek. Hati saya tersenyum. Sedikit penyesalan, saya tidak sempat mengabadikan keduanya. Manusiawi lah, nyaman kadang membuat kita lupa. So do I.

Dari Puthuk Setumbu latah melanjutkan tracking sampai Gereja Ayam, Bukit Rhema. Lanjut ke Borobudur, hutan pinus Krangilan, Ketep Pass dan kembali finish di Blunyah Gede. 

Borobudur.
Satu-satunya spot yang bebas dari pikuknya pengunjung

Ketika ekspektasi dan realita sejauh timur dan barat, mari ki' manyuuuunnn..
Krangilan rameeeenyaaa poooll!!
Hutan Pinus Krangilan, Magelang

Ketep Pass
On the way from Jogjakarta to Krangilang, Magelang
Hari kedua tak jauh beda, tidur 3 jam sebelum berburu sunrise. Destinasi kali ini Puncak Kebun Buah Mangunan. Sumpah, view di tempat ini Masya Allah luar biasa. Asri, hijau sejauh mata memandang. Kata adik saya, kalau momennya pas, lautan awan bisa menutup rapi semua pegunungan di sekitar puncak, hitungan semeter dari anjungan. Imajinasi saya bertingkah, mungkin feelnya seperti membuka pintu pesawat dan engkau bebas bermain, bercengkrama, dan bersembunyi di balik awan. :) 

Puncak Kebun Buah Mangunan, Kulonprogo
Sunrise disini juga Masya Allah luar biasa

Tak lama di puncak, kami bergeser ke Hutan Pinus Imogiri. Memang feelnya beda dengan krangilan yang spotnya lebih ke-korea-an, "drakor wanna be" yang viewnya 11-12 dengan nami island di drama "Winter Sonata" dalam versi musim semi. Untuk Imogiri sepertinya lebih cocok sebagai tempat camping atau piknik keluarga. Tak apalah, soonlah kalau ada rejeki main ke Krangilan lagi, tentunya di waktu yang tidak bertepatan dengan hari libur. Sumpaah, rameee. 

Hutan Pinus Imogiri, Mangunan
Rencana awal dari Imogiri langsung ke Hutan Mangrove Kulon Progo, tapi berhubung "kampung tengah" sudah tidak kompromi, mobil melipir entah kemana. Niat cari sarapan, ketemu plang Pantai Glagah, pikiran awal, "well, its gonna good if we have fresh fish for breakfast there", Dan kadang nyasar sama Tuhan itu dikasi doorprice view yang syantips. Pantai Glagah ternyata keren, breakwater di tempat itu ketjeh. Katanya Glagah - Congot itu masih nyambung dengan Parangtritis, mungkin ini alasan ombaknya luar biasa besar. Beda jauh dengan ombak-ombak di Sulawesi. Saya iseng berjalan ke arah anjungan, penasaran dengan orang-orang yang sedang berkerumun disana. Si adik masih autis dengan spot pemecah ombak disebelah kiri, belum tahu dia, diujung kelokan viewnya lebih luar biasa.

Pantai Glagah - Congot, Kulonprogo
Sekitar 20 meter dari hulu anjungan pemecah ombak gantian saya bengong. Awalnya takjub dengan tingginya ombak, membiarkan percikan-percikan asin air laut mengenai kulit. Hampir 10 menitan dan akhirnya kabur setelah dapat surprise ombak paling besar, tiang tinggi berwarna merah di ujung anjungan bahkan hilang seolah dilumat ombak. Berdiri 20 meter dari ujung anjungan dan rok saya basah selutut. Syok. Tak lama bapak-bapak polisi memasang garis polisi, mengamankan lokasi. Ternyata itu alasan kenapa di posko depan ramai oleh bapak-bapak berseragam coklat. Saya memilih duduk-duduk di salah satu break water sembari menunggu si adik.

Tak jauh dari tempat saya ada seorang gadis kecil sedang asyik bermain dengan ayahnya. Sumringah memainkan sisa-sisa sapuan ombak besar sebelumnya. Hati saya tersenyum. Ada hangat disana. Sama ketika menunggu antrian naek kletek di Kulon Progo, sembari mendengarkan curhatan di bapak penjaga loket kletek tentang persaingan bisnis antar pemilik pengolah wahana wisata hutan magrove, mata saya tidak sengaja melihat 3 orang anak kecil, 2 diantaranya laki-laki. Sepertinya ada sesuatu di bawah jembatan yang menarik perhatian mereka. Ketiganya berjongkok sembari menunjuk-nunjuk sesuatu di bawah. Heboh. Sampai seorang gadis kecil lainnya (sedikit lebih besar dari ketiganya) mendekat, sedikit rempong mengimbangi payung besar yang membuka lebar di tangannya. Sepertinya dia mengajak ketiga anak lainnya untuk kembali ke bangunan sebelah. Tiga anak kecil sebelumnya berdiri dan seolah refleks 2 anak lelaki tadi berjalan di kiri kanan si gadis kecil yang pertama, seakan-akan menahan panasnya matahari untuk si kecil. Si anak perempuan terkecil tersenyum dan mengapit lengan kedua anak laki-laki sembari ikut bernaung di bawah payung si kakak. Betapa menggemaskannya mereka.


Hutan Mangrove, Kulonprogo
Hari ketiga, berhubung si adik ada kerjaan, walhasil saya mutar-mutarnya sama si "Mamak Kucing" yang 6 tahun terakhir menetap di Jogja. Kawan yang jaman SMA sampai sekarang masih persis "Dia", even long time no see. Feelnya tetap fresh dan renyah bak terakhir ketemu kemarin sore. Si Mamak Kucing yang masih cinta mati sama kecap, nocturnal, pantangan sama tracking tapi lucunya selalu menang dari saya kalau maraton di lintasan datar, Si "AB" super aneh bin ajaib yang percaya si "O" yang ini adalah jajahan abadinya. Tapi sumpah, saya jatuh cinta berkali-kali dengan kepalanya yang asyik diajak random talk. Saya percaya dimensi berpikir kami berseberangan, uniknya entah kenapa itu seperti pahitnya kopi hitam dan manisnya gula merah yang saling menggenapkan. Bisa ditebak, pembicaraanpun mekar kemana-mana. Sepertinya suntuk saya banyak menguap dari pembicaraan ngalor-ngidul dengan manusia yang ini. Mungkin memang saya sedang rindu dengan perempuan ini, yang mampu me-rumah-kan pikiran-pikiran saya yang selama ini mengambang.


Pasar Beringharjo
Mirota Batik.
Alun-alun Kidul, Jogjakarta
Kalau dua hari sebelumnya saya banyak autis, maka tidak di hari bersama mamak kucing. Sepagian di Beringharjo, saya sudah mangkal dengan mamang penjual winko babat tradisional. Sedikit mencereweti si mamang sampai dianya bersedia menyerahkan dudukan dagangannya kepada saya. Ternyata winko babat tradisional, rasanya beda jauh dengan winko babat yang biasanya jadi oleh-oleh teman barak kalau pulang cuti. Saya lebih berdamai dengan rasa asin legit di winko babat si mamang. Main ke Beringharjo ternyata tidak bisa tanpa sesi belanja. Meskipun dari awal kedatangan saya sudah memantapkan hati kalau perjalanan kali ini hanya melepas suntuk, freshing dengan berdamai dengan alam, wisata belanja big no, ternyata.. Faktanya, timbangan dompet tetap saja berhasil turun. Hahha.. Pesona batik memang bisa membutakan mata, belum lagi barang-barang lucu lainnya. Ah, saya masih perempuan ternyata. Si mamak kucing saja surprising, "selera kamu ternyata perempuan banget, nek", katanya. Saya tersenyum, sembari mengingat-ingat, apa iya jaman SMA saya se-doif itu. Lol.


Prambanan, Jogjakarta

Upside Down
Outernya anti gravitasi. What a Lol!
Semua tentang Jogja adalah suasananya, ada ribuan cerita di angkringan yang berjajar rapi tak berujung, tentang bapak sopir taksi yang asik diajak bicara politik indonesia, yang menyimpan racun destinasi wisata menarik di smartphonenya, pada panggilan salah alamat kepada seorang nenek setiap kali memanggil "nek" pada mamak kucing, hangat dari sepasang kakek nenek di Puthuk Setumbuh pagi itu, sumringahnya gadis kecil saat bermain bersama ayahnya, juga kelucuan anak-anak kecil di hutan mangrove kulonprogo, pada si mamak kucing yang berhasil me-rumah-kan pikiran-pikiran saya. Sepertinya ada rindu yang terlunaskan. Terima kasih jogja.

Balik lagi, pertanyaannya : 
Apa kabar suplemen jiwa? Sudah men-charge mindset untuk pencapaian-pencapaian positif tahun ini?

Suplemen jiwa mungkin belum sempurna, tapi saya yakin hardisk saya sudah cukup bersih dari cache untuk disesaki folder-folder selanjutnya. Saya menyadari satu hal, banyak hangat yang bisa meluruh di hati bahkan matamu, hanya dengan meluangkan sedikit space di kepalamu untuk hal-hal kecil yang sering terlupakan. Memandang lebih jauh ke orang-orang disekitarmu. Saya bisa tetap menjadi Robo Sapiens, tapi dengan perasaan dan energi yang lebih baik. Kalau kata kawan saya, "Karena kamera terbaik tetap ada di otak dan lensa tercanggih tetap di mata...". Suplemen terbaik ada disana, di mata dan telingamu. Semoga yang terbaik untuk tahun ini, teruntuk sesiapa yang mau berusaha. 


Credit:
Quote pembuka nyamplok tagline di bawah patung pas maen di Mirota
Quote kawan di paragraf akhir nyolong punya kak Imma Arsyad