Monday 10 August 2020

Apa iya tingkat pendidikan menjamin engkau beradab?

Hai blog, what a very long time no see.

Sedang rindu menulis dan sedikit emosional untuk bercerita tentang ini. Apa masih ada kawan yang ingat blog ini? 😁



Dulu ada kawan diskusi, seorang dosen pts di barat sulawesi sana, lagi ambil pendidikan doktoral di salah satu universitas negeri di jogjakarta. Acapkali berdiskusi hal-hal random yang lagi hits. Saban hari dia bercerita betapa bobroknya kehidupan kaum intelektual ini. Beberapa dari teman doktornya yang terpisah dari pasangannya terjebak dengan perselingkuhan. Beban long distance married (LDM) jadi salah satu alasan pembenarnya, persoalan kebutuhan biologis katanya. Uniknya karena mereka kaum intelektual, metodenya elegan, main cantik, sebut saja profesional. Saat itu saya hanya mengiyakan, tidak tahu kalau ternyata dia juga pelaku. Bedanya dia bercerita tentang pasangan LDM, sedang dia masih lajang, LDRan dengan seseorang. Jumat kemarin sudah lamaran, katanya insya Allah oktober nanti walimahannya, bukan dengan pasangannya yang telah menunggunya sekian tahun tetapi dengan seorang yang baru. Tepatnya bukan baru, tapi seseorang yang lain. Sebab mereka sudah jalan sejak si calon doktor muda ini masih bersama dengan pasangannya. Bagaimana dengan pasangan lamanya? Ia berpura-pura kuat, hingga patah hatinya menjadi nisbi. 


Lalu apa menariknya pembahasan ini? 

Selingkuh perkara awam yang sudah terlalu sering didengar, dibaca dan disaksikan kisah-kisahnya. Menjadi hegemoni, dianggap benar dan biasa. Yang menarik adalah orang-orang intelektual ini, pelaku dengan background pendidikan yang bagus, terpelajar. Belajar dari kasus pak dosen calon doktor muda itu, saya mengiyakan kalau kemuflasenya benar-benar cantik. Kita sedang berbicara di luar konteks agama. Ada kecenderungan orang-orang cerdas untuk menyukai "tantangan", tanpa melihat ia sedang bermain api. Yap, open minded yang tak ber-adab. Ketika menemukan partner yang se-paham, se-kebutuhan maka mudah saja untuk selingkuh. Bahkan tidak merasa berdosa sedikitpun pada pasangan masing-masing. Bermain api di luar lalu kembali ke rumah seperti biasanya. Saya sedikit emosional menuliskan kisah ini. 


Pada beberapa orang, selingkuh bukan perkara yang harus disikapi skeptis. Sebab kalau ditarik garis tebal, ada saja sesuatu yang bisa dijadikan alasan. Bisa jadi kebutuhan fisik atau bahkan kebutuhan psikis. Berbicara seperti ini bukan berarti saya membenarkan prilaku mereka. Saya pribadi meyakini kalau komunikasi adalah kuncinya. Itulah kenapa merawat pernikahan dan merawat hubungan bukan perkara mudah. Kalau visinya keluarga sakinah, maka keduanya harus terus belajar, tidak berhenti merawat hubungan. Mereka yang berselingkuh, secara sadar telah membohongi pasangannya. Pikirkan perspektif pasangannya, sungguh betapa ruginya. 


Koq, bisa-bisanya pasangannya tidak tahu?

Faktor open minded biasanya melahirkan manuver-manuver yang tak disadari pasangannya. Mereka pemain yang handal dengan emotional control yang sangat bagus. Kolaborasi keduanya sudah cukup jadi senjata memanipulasi dan memuluskan segalanya. Singkat cerita, dari kisah pak dosen, pasangannya tertipu dengan sangat elegan. Terlebih ketika dia telah berkomitmen menikahi, perlahan pasangannya menaruh harapan besar, lalu mulai memagari diri dari siapapun yang mendekat. Komitmen itu lalu menjadi berhala kecil di hati. Yang tadinya percaya jodoh urusan Tuhan, pengharapan berubah dan tumbuh pada komitmennya. Tanpa menyadari semesta dan waktu bisa saja berjalan tak seharusnya. Jangan mengira menerima kegagalan pada komitmen adalah perkara mudah. Ia selalu meninggalkan luka dan trauma mendalam. Lebih gila lagi bila "adab" berpisahnya terlalu arogan, hanya dengan chat whatsapp. Tanpa ada penjelasan utuh, permohonan maaf, ucapan perpisahan dan doa-doa tulus untuk merelakan. Sungguh disayangkan, ternyata sekolah tinggi-tinggi bukan jaminan bahwa adabnya juga lebih baik. Siapapun kamu, belajarlah pergi dengan cara yang baik.


Well, kepada siapapun di luar sana, LDM ataupun LDR memang sangat berisiko. Kepercayaan tidak bisa dititip begitu saja kepada orang terkasih. Bahkan orang ber-Tuhan sekalipun masih saja dipenuhi godaan. Berkomitmen bukan sesuatu yang salah, salahnya pengharapan yang berlebihan memunculkan berhala baru di hatimu. 

Kepada kamu.. jaga selalu adabmu, jangan sampai melukai orang lain. Sebab Allah tak pernah tidur, entah di bawah langit mana ganjaran dari mereka yang terdzalimi, akan kembali padamu. Selalu sertakan Tuhan dalam langkahmu.



Dear SI dan NFR....

Selamat, rencana Allah sungguh luar biasa.