Friday 26 August 2011

Surprising Time..


Gimana? Hebat kan? Siapa dulu yang gambar... Saya..??
Hehehhehe.., kebetulan bukan.
Siang tadi, saya tumben-tumbennya OL. Ngecek Facebook dan baca notif kalau dapat tag foto. Pas maraton nge-cek link.. Olaalaaaa... Surpriseeee...  Model di sketsa itu, saya. Sumpah, saya jingkrak-jingkrak kesenangan dibuatnya.

Asriani Amir by Muhammad Harir

Namanya Muhammad Harir. Kawan saya, seorang lelaki penggila sketsa. Dunia gambar yang sangat ingin saya akrab-i. Saya terkagum-kagum setengah mati dengan goresan pensilnya. Sebenarnya sudah lama saya nodong minta dibuatkan sketsa saya sendiri, tapi ternyata proposal saya susah tembus. Gara-gara kegilaan saya pada isi kepala seorang Soe Hok Gie (tulisan saya tentang Gie klik disini), saya akhirnya dikasih sketsa ini.



Namanya dikasih, dan coretannya mantab.. otomaticly.. diterima dungss.., sambil diam-diam saya terus menyisip harap, mugi-mugi besok, kawan ini bakal sudi menggambar untuk saya (apalagi kedua teman saya yang sebelumnya sudah dapat coretan tangan beliau, kompak benar membuat saya iri :p). Syukurnya setelah sekian lama, di saat saya bahkan hampir lupa kalau menginginkan sketsa ini, saya dapat juga. Wow, betapa senangnya. Makasih..makasih..


Oya, yang penasaran dengan sketsa-sketsa beliau, bisa lihat di akun DevianArt Muhammad Harir. Saya yakin, semua akan sepakat kalau beliau memang berbakat. 

Hampir lupa, semalam saya juga dapat surprise.
Yang ini dari kang Yudi, master shifu ngeblog yang baru saja saya temukan (sahabat Bloofers juga). :D
Ceritanya saya minta tolong dirapikan background judul widget di blog ini yang kebesaran, sembari ngerumpi tidak jelas dengan kawan bloofers yang juga lagi konsultasi perihal blog. Kurang tahu, kesambet setan usil dari mana, si kang Yudi posting sesuatu di blog ini. Awalnya saya rada loding, sebelum sadar ternyata...


Entah siapa yang berhasil capture, kalau bukan bang Todi pasti si Ary (Hm, tapi bakat six sense saya mengatakan kalau itu kerjaan bang Todi lah..). Behhh.. benar-benar kena saya. Mendadak teringat jaman ngampus, saya paling ngeri sama teman yang ambil ekskul binaraga (ah, body apa sih istilahnya, saya bahkan lupa). Beuuhh, beruntung saya yang sudah 5 watt masih sempat lihat dan maraton menghapusnya. Kalau tidak, saya tidak bisa bayangkan komen seperti apa yang bakal saya baca hari ini. Membayangkannya saja saya tidak berani. :D

Well, kang Yudi, jangan lagi yah. Sumpah, ngeri saya.
Mending khusuk ajarin saya bongkar template blog.
Yah..yah..yah..:D

Dan lagi, makasih banyak sudah bersedia membantu saya beresin blog.
Pastinya, besok-besok saya akan minta diajar lagi (baca: merepotkan lagi) :D

Friday 19 August 2011

Doushite Kimi wo Suki ni Natte Shimattandarou (Why Did I Fall In Love With You) by. TVXQ (Tohoshinki)

Freshing Time!! Sedang miskin ide, fakir cerita. 
Nyanyi aja dah. Lagi seneng ma lagu ini. :D




Cre: ILuvguys25

Lirik :
Doushite kimi wo suki ni natte shimattandarou
Donna ni toki ga nagarete mo kimi wo zutto
Koko ni iru to omotetta noni
Demo kimi ga eranda no wa chigau michi

Doushite kimi ni nani mo tsutaerarenakattandarou
Mainichi maiban tsunotteku omoi
Afuredasu kotoba wakatteta noni
Mou todoukanai

Hajimete deatta sono hikara
Kimi wo shitteita ki ga shitanda
Amari ni shizen ni tokikonde shimatta futari

Doko ni iku nori mo isshou de
Kimi ga iru koto ga touzen de
Bokura wa futari de otonaninatte kita
Demo kimi ga eranda no wa chigau michi

Doushite kimi wo suki ni natte shimattandarou
Donna ni toki ga nagarete mo kimi wo zutto
Koko ni iru to omotteta noni
Mou kaerenai

Tokubetsuna imi wo motsu kyou wo
Shiawase kao de tatsu kyou wo
Kirei na sugata de kami sama ni chigatteru kimi wo

Boku janai hito no tonari de
Shukufukusareteru sugata wo
Boku wa douyatte miokureba ii no darou

Mou doushite kimi wo suki ni natte shimattandarou
Ano koro no bokura no kokoro
Mou modoranai
Kangaeta (mou modoranai) kangaeta

Doushite kimi no te wo tsukami ubaenakattandarou
Donna ni toki ga nagarete mo kimi wo zutto
Boku no yuko ni iru hazu datta
Mou kaerenai

Sore demo kimi ga boku no soba hanareteite mo
Eien ni kimi ga shiawase de iru koto
Tada negatteru
Tatoe sore ga donna ni sabishikute mo
Setsunakutemo

Yang pengen Download MP3-nya disini


Monday 8 August 2011

Belajar dari Mereka

Tiba-tiba teringat pengalaman saya seminggu yang lalu. Bangun setengah panik saat sadar sudah jam 5 sore. Dua hari di Makassar menyelesaikan sedikit urusan, rasa-rasanya seperti bukan 48 jam. Kota Metro melumat penanggalan dengan sempurna. Ini 30 Juli, itu berarti besok hari pertama puasa dan bertepatan dengan libur mahasiswa. Itu berarti penumpang akan membludak dan tentu saja akan berbanding lurus dengan kesulitan mendapatkan tumpangan. Omigoott.. jangan sampai. Saya ingin sahur dan puasa pertama di rumah  bersama keluarga. Sedikit bergegas menuju terminal, setelah sejenak mengumpat diri karena ketiduran.
Sejurus kemudian akhirnya tiba juga di terminal. Mata saya sibuk menyapu pemandangan sekitar terminal. Dengan cepat mata saya terpaku pada pemandangan kontras, seorang lelaki paruh baya dengan seorang perempuan ber-daster di sisinya. Perempuan dengan tatapan kosong, mungkin 37 tahun.. ah, tidak... Sepertinya 33 tahun, mungkin ibu dari seorang atau dua orang anak. Tampang lusuhnya sudah cukup menjelaskan bahwa sedari tadi keduanya menunggu kendaraan. Saya semakin was-was, asumsi saya sepertinya semakin kuat. Padahal besok senin, kantor menunggu saya.
Semakin bergegas.. Dan... Ternyata salah, asumsi saya gugur. Terminal tidak seramai dugaan saya. Malah terlihat seperti biasa. Saya bersyukur. Saya bahkan tidak perlu menunggu lebih dari setengah jam sampai penumpang penuh (saya memilih mobil penumpang tipe panther seperti biasa, saya tidak pernah bisa berdamai dengan bus untuk perjalanan jauh dengan topografi berbukit dan jalan berkelok-kelok).
Pukul 6 sore, mobil tumpangan saya berangkat, hanya dengan 3 penumpang, saya dan seorang nenek dan cucunya. Saya bisa duduk dengan PW-nya di jok depan. Mobil bergerak menuju gerbang, berhenti sejenak untuk ritual retribusi, bersiap melenggang dengan begitu elegan. Hm, ternyata bapak separuh baya dan perempuan dengan tatapan kosong tadi masih disana. Saya mulai terusik, tertarik menemukan detail yang lain. Kenapa keduanya masih disana? Dengan suasana terminal seperti itu, seharusnya mereka tidak kesulitan menemukan kendaraan yang pantas ditumpangi. Ada yang aneh, hampir semenit memandangi wanita itu, saya sepertinya menyadari sesuatu. Yah, analisa saya berujung pada sebuah kesimpulan, "wanita itu gangguan mental". Sopir mobil itu menyela lamunan saya, seolah tahu saya terusik dengan sketsa hari yang terpampang begitu nyata di depan saya.
"Iyah, kasihan sekali. Sudah seharian bapak dan anak perempuannya yang gila itu menunggu mobil, tidak satupun yang bersedia memberi tumpangan", ujarnya.
"Seharian, pak??", memastikan pendengaran saya.
Berarti benar, keduanya terlihat lusuh, tepatnya kelelahan terpanggang teriknya Makassar yang begitu ganas sedari pagi. Si bapak sopir mengangguk. Sejenak percakapan kami terputus oleh kehadiran penumpang baru. seorang perempuan berkacamata, terlihat dewasa dengan gerak-gerik yang anggun, feminim, berpendidikan.
"Saya kasihan dengan bapak itu. Biarkan saja jok belakang untuk keduanya..", ujarnya kemudian, seolah meminta kesediaan para penumpang. Si nenek berguman agak khawatir tapi tak lama kemudian ia mengiyakan. Si ibu berkacamata juga mengangguk tak masalah. Saya? Apa pantas saya menolak sedang saya menempati jok depan dengan luasanya.
Mobil berhenti tepat di depan keduanya. Muka lesu si bapak setengah tertekuk, tidak percaya apa sopir itu benar-benar mengikhaskan mobilnya untuk tumpangan mereka. Ia memandang anak perempuannya seolah mempertegas kondisi anaknya dalam bahasa mata. Bapak sopir tersenyum. 
"Naiklah. kita tidak ingin ketinggalan sahur di hari pertama Ramadhan, kan??". Bapak itu balik tersenyum, seolah berton-ton bebannya luruh dalam seulas senyum sang sopir. Ia bergegas, sang sopir bahkan membantu si bapak menuntun anak perempuannya.
"Oh, Tuhan.. Mulia benar bapak sopir ini. Saya tidak yakin ada sopir lain seperti dia". Dalam hati saya berdoa, semoga rahmat Allah selalu tercurah untuk bapak ini. Semoga rezekinya dimudahkan oleh Sang Pencipta. Yah, saya menyaksikan ketulusan dengan sangat elegannya hari itu. Sebuah potret indah yang sepertinya semakin sedikit tersedia di fana yang ini.
Wisata hati hari itu ternyata tidak berakhir disana. Ada begitu banyak scene yang membuat lidah saya hanya bisa berucap "Subhanallah..".  Si bapak paruh baya yang begitu telaten mengurusi anak perempuannya yang tidak bisa diam. Betapa sabarnya ia melakukan ini dan itu demi membuat kami para penumpang tidak terganggu oleh mereka. Begitu juga saat mobil singgah isi bensin di Pertamina Pare-pare, si bapak bahkan sengaja singgah untuk membasahi kepala anak perempuannya (saya pernah baca, entah di mana, bahwa membasahi kepala pasien sakit jiwa juga salah satu terapis menekan kumatnya "kegilaan"). Yang lebih mengejutkan lagi ketika mereka sudah sampai di tujuan (sekitar perbatasan Sidrap-Enrekang), saya yakin sekali, bukan cuma saya, pasti si bapak sopir dan penumpang lainnya juga merasakan keterkejutan seperti saya. Melihat rumah tinggal mereka, bisa dibilang keduanya dari keluarga berkecukupan. Rumah tinggi berarsitektur Bugis dengan pagar tinggi di sekelilingnnya lalu seorang anak lelaki, mungkin 10 tahunan bahkan menghambur penuh sayang menjemput dan memanggil ibu dan kakeknya. Sungguh betapa bersahajanya sang bapak. Ia sama sekali tidak memperlihatkan ke-"wah"-an yang ia punya. Subhanallah...

Saya belajar banyak hal.
Mereka orang yang menurut sebagian dari kita tidak berhak mendapat perhatian, orang-orang termarginalkan, mereka yang terseleksi alam karena kerancuan mental (gila secara psikis pun gila secara sosial) bukan berarti tidak bisa menikmati hidup dan memang pantas terpinggirkan. Si ibu berdaster itu bahkan bersenandung dengan merdunya setiap kali MP3 Player memutar lagu "Bukan Bang Toyib"-nya Wali dan "Aishiteru"-nya Zivilia. Menikmati jeda waktu dengan kenikmatannya sendiri, serasa hanya dia dan dunianya. Sepintas, tidak ada bedanya dengan saya yang juga mengikuti irama lagu meski tidak hafal.
Yah, masing-masing dari kita, terkadang menikmati hidup dengan cara yang sama tetapi dengan rasa yang berbeda. Kita hanya perlu menahan sedikit ego pribadi dan berbagi sedikit ruang memaklumi untuk sesama.. 
Mereka berhak hidup!
Lalu kesabaran dan kasih sayang sang ayah pada anak perempuannya, pola hidupnya yang bersahaja, ketulusan sang sopir. Subhanallah... Sungguh beruntung bisa menyaksikan ini dengan mata kepala sendiri. Terima kasih ya Rabb untuk sketsa hari yang Engkau perlihatkan padaku di awal Ramadhan-Mu.