Wednesday 7 May 2014

Tentang diam yang berkata-kata

Diam bisa saja bercerita..
bahwa kematian selalu tentang perkara pergi
diam bisa saja bersuara
serupa rapal se-sajak perpisahan
tentang kamboja dan batu nisan

fasih..

Ia pergi,
dalam diam yang berkata-kata…
“aku tidak lagi disini"

Sunday 4 May 2014

Paulo Coelho, The Pilgrimage

Judul : Ziarah "The Pilgrimage"
Penulis : Paulo Coelho
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 264 halaman
(Cetakan kedua : November 2013)

Adalah seorang Paulo yang tiba-tiba gagal, tepat sedetik dari ujung ritual tradisi RAM untuk menjadi seorang Magi (tingkatan tertinggi dalam ordo RAM). Dan oleh sang Guru diharuskan menempuh perjalanan suci sejauh 700 km dari Saint-Jean-Pied-de-Port di Prancis menuju ke Santiago de Compostela di Spanyol untuk menemukan pedangnya kembali. Dipandu oleh seorang kawan seperjalanan yang misterius bernama Petrus, mengharuskan Paulo belajar banyak dan mengatasi masalahnya sendiri.

Terkesan misterius yah? Pertama kali membaca bagian prolog saya juga demikian dan langsung menganggap ini fiksi. Tapi sedetik kemudian saya dibuat bingung, apa benar ini murni fiksi atau memoar Paulo seperti bukunya yang paling fenomenal "The Alchemist". Bagaimana tidak, bila ini fiksi maka ia adalah kisah yang luar biasa, lengkap dengan fakta historisnya. Lalu kalau ini catatan perjalanan seorang Paulo, maka ia sempurna membuat pembaca speechless. 

Segera setelah kebingungan itu, di bab awal saya mulai menganggap ini novel religius. Saya baru tahu kalau seperti halnya umat Islam yang memiliki perjalanan suci yang disebut Haji, rupanya umat Kristiani juga memiliki hal yang demikian. Mereka menyebutnya ziarah dengan 3 rute berbeda. Jalur pertama menuju pusara Santo Petrus di Roma dengan salib sebagai simbol. Jalur kedua, ke Makam suci Kristus di Yerusalem dengan daun palem sebagai simbol. Dan jalur ketiga menuju tempat San Tiago disemayamkan, dikenal sebagai Compostela, dengan simbol kulit kerang. Paulo mengambil jalur ini. 

Sekalipun terkesan seperti novel religius, The Pilgrimage sebenarnya lebih menekankan pada "perjalanan". Bukan melulu dalam artian religius, tapi lebih cenderung tentang perjalanan mencapai pengetahuan diri, kebijaksanaan. Tepat seperti topik yang diangkat Paulo dalam bukunya The Alchemist. Buku ini sendiri terbit lebih dahulu dari Alchemist. Saya jadi berpendapat, sepertinya ide perjalanan di Alchemist, lahir dari buku ini. Di beberapa bagian mungkin ada beberapa nukilan ayat dari Alkitab yang digunakan Petrus untuk mengingatkan Paulo tapi Tidak seberapa. Saya pribadi seorang muslim dan menganggap buku ini lebih sebagai bentuk pengembangan diri, memperkaya pengetahuan. Buku ini juga mengenalkan beberapa latihan RAM, R untuk rigor (ketetapan), A untuk adoration (penyembahan) dan M untuk Mercy (welas asih). Bagian yang ini saya tidak terlalu banyak tahu. 

Sentral topik lainnya dari buku ini sepertinya berkisar pada tingkatan "cinta", Petrus menyebutnya ada 3 tingkatan, eros, philo dan agape. Eros sebagai manifestasi cinta kasih pada pasangan, lalu philo kepada sahabat dan tingkatan tertinggi adalah agape. Terkesan berat? Sama sekali tidak. Paulo meramunya dalam bahasa yang sangat sederhana. Untuk bagian ini sepertinya pembaca mesti berterima kasih pada alih bahasa dan editornya, Eko Indriantanto dan Tanti Lesmana. Saking sederhananya saya bahkan selalu melewatkan tanda (*) yang menjadi bahan yang akan dibahas dalam footnote. Sampai di footnote baru nyadar "eh, yang mana tadi?" Hehhehe.. skip. 

Saya menikmati momen setiap kali membaca buku -buku Paulo Coelho, melahap narasi demi narasi, seolah-olah saya menjadi objek yang dikuliahi dengan sejumlah pelajaran /moral dari sebuah perjalanan pencerahan. Menyenangkan sebab ia kaya hikmah tapi jauh dari kesan menggurui. Seolah-olah pembaca adalah penonton yang disuguhi scene-scene bijaksana yang morphinis. Toh, bagian paling nyaman dari membaca adalah menemukan hikmah dari sebuah kisah, intinya memperkaya pengetahuan diri. Beruntung sekali kalau kita bisa menjadi sedikit bijaksana setelahnya. :)

Ada banyak bagian menarik dalam buku ini. Saya pribadi sangat tertarik dengan paradoks dalam doa Petrus pada bab "Watak Jahat", halaman 150-154. Kira-kira seperti ini :
Kasihanilah mereka yang karena x maka y, tapi lebih kasihanilah mereka yang tahu tentang x tetapi tidak bisa menghindari y.

Simpel memang tapi sedikit "nyelekit", baca sendiri baru percaya. :)) Then, quote menarik lainnya seperti ini :
  • Kau tak perlu mendaki gunung untuk tahu tingginya (hal 31)
  • Tempat teraman untuk kapal adalah dermaga, tapi bukan itu alasan kapal dibuat (hal 31)
  • Saat kau menempuh perjalanan untuk mencapai sesuatu, kau harus senantiasa memperhatikan jalanmu. Jalanmulah yang akan menjadi petunjuk terbaik dan memperkayamu saat kau menempuhnya (hal 47)
  • ...... karena waktu bukanlah sesuatu yang selalu bergerak dalam kecepatan yang sama. Kitalah yang menentukan seberapa cepat waktu kita berjalan (hal 49)
  • Gejala awal kita berada dalam proses membunuh mimpi adalah keterbatasan waktu. Gejala kedua impian kita mulai mati terletak dala  keyakinan kita. Gejala ketiga, kita melepaskan impian adalah kedamaian (hal 63-65)
  • Palu akan sia-sia tanpa paku untuk dipaku (hal 162)
  • Mengajar berarti mendemonstrasikan Bahwa itu semua mungkin. Mempelajari berarti membuat semua itu menjadi mungkin bagi dirimu (hal 163)
  • Orang yang tak tahu bagaimana caranya mendengarkan tak akan pernah mampu mendengar nasihat yang diberikan hidup kepada kita sepanjang waktu (hal 202)

Well, thats all. 4 bintang dari 5 buat buku ini. 

Sedikit random>> bumiaccilong sudah terlalu jarang disambangi, si empunya blog terlalu khusuk main di tumblr. Yang punya tumblr, jenguk saya dungz disini, mungkin bisa jadi kawan baru. #modusbeud hahahhaha. 
Have a nice day, fellas. :))

Saturday 5 April 2014

Robert Harris, Imperium

Imperium by Robert Harris
Judul : Imperium
Penulis : Robert Harris
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 416
(Cetakan kedua Juli 2008)


"Adalah Marcus Tullus Cicero, seorang senator biasa yang berambisi meraih jabatan tertinggi di Republik Romawi. Dengan kecerdasan dan bakat diplomasinya berjuang penuh demi mewujudkan impiannya."

Ini adalah buku ketiga yang saya akrabi di awal tahun ini dan menjadi buku pertama yang sukses dikhatamkan tidak lebih dari seminggu sejak menyibak halaman pertamanya. Sangat berbeda dengan dua buku lainnya, "Perfect Match" nya Jody Picoult dan "24 Wajah Billy" karya Daniel Keyes. Yang pertama khatam setelah sekian bulan, sedang yang kedua bahkan kembali terhenti tepat di tengahnya. Terlalu membosankan, sama sekali tidak menjawab ekspektasi saya pada buku-buku yang mengangkat tema psikologi yang biasanya selalu menarik.

Well, kembali ke Imperium. Ini kali pertama melahap buku Robert Harris dan yah, ada sedikit perasaan menyesal kenapa saya begitu tega membiarkan buku ini perawan di rak selama hampir setahun. Oh, my... Pertama, settingnya romawi, salah satu dari sekian tempat yang selalu mengambil alih ketertarikan saya, seperti yunani, jepang dan korea selatan. Yah begitulah, saya mencintai budaya mereka, termasuk seni dan apapun tentang tempat-tempat tersebut. Sedikit keterlaluan memang. :))) Kedua, bisa dibilang ini novel politik. Yang entah kenapa di kepala saya juga terpetakan sebagai sesuatu yang menarik. Intrik-intrik yang menjalin koherensi cerita, sederet ironi, sejumlah skandal, kawan dan lawan yang terus berubah, manuver-manuver yang tiba-tiba, tidak tertebak. Aisshh, itu menarik. Ini mengaktifkan tombol penasaran dan keingintahuan di kepala saya tanpa bisa mengendalikannya. Jadi wajar saja kalau jaman kuliah dulu, saya selalu semangat dengan mata kuliah studi kasus politik pemerintahan. :D

Robert Harris menawarkan kisah Marcus Tullius Cicero dalam 416 halaman yang sangat bersemangat. Sangat menarik bahwa perjalanan hidup, sepak terjang Cicero diceritakan dalam sudut pandang seorang Tiro, sekretaris pribadi Cicero. Seorang budak yang bagi Cicero adalah kawan baik yang selalu bisa diandalkan, seorang penemu sistem steno yang benar-benar ringkas.

Apa bagusnya buku ini?

Seperti tulisan saya di paragraph sebelumnya bahwa yang menarik dari novel politik adalah intrik-intrik dalam dunia politik itu sendiri. Dan "Imperium" adalah salah satu yang mewakili hal itu. Bab demi babnya padu, sangat mudah dicerna, seolah-olah kau menyaksikan dengan baik peristiwa-peristiwa itu dengan mata kepalamu sendiri. Komposisi narasi deskriptifnya pas, sama sekali tidak berlebihan. Sangat mudah dipahami. Sepertinya saya sangat kompromi dengan terjemahan mbak "Femmy", takarannya pas. Sederhana tanpa kesan biasa. Menarik. Tetiba saya ingat terjemahan Perfect Match nya Jody Picoult, sangat tidak nyaman di saya.

Belum lagi kisah yang dituturkan. Kalau kamu tertarik dengan politik dan berniat bermain di dalamnya, mungkin kamu harus menyempatkan diri membaca buku ini. Mengapa? Sebab sekalipun buku ini hanya memuat tindak tanduk Cicero, tetapi setidaknya kepandaiannya, retorika, semangatnya bisa menjadi masukan bahkan bahan pertimbangan. Tindak tanduknya semacam rangkuman tips and trik politik yang mumpuni. Sangat mengesankan bahwa Cicero memiliki kebiasaan dan meyakini bahwa terkadang seseorang harus memulai pertempuran untuk mengetahui cara memenangkannya. Pikirannya menjadi jauh lebih cemerlang saat ia mengalami sendiri hal-hal yang belum diketahuinya. Ia mencari tahu dengan menjalani. Semacam perjudian.

Sedikit yang mungkin mengganggu>> sederet nama tokoh dan klan yang tidak biasa mungkin akan mengacaukan ingatan. Oh, iya. Namanya juga novel politik, ada sekian banyak istilah politik yang khas romawi, everything about senat. Di awal-awal saya bertanya, harusnya buku ini punya foot note, biar lebih memudahkan. Dan baru saja saya memikirkan itu, di halaman berikutnya sudah terpampang dengan rapi. Sayangnya tidak kontinu, dan ada beberapa istilah yang dipakai tanpa ada penjelasan pasti. Padahal dikatakan bahwa buku ini disusun melalui riset yang teliti. Sepertinya "hole"nya disini. Kurang lengkap perihal istilah.

Well, ada beberapa quote yang menarik menurut saya. Check this out:
  • Kekuasaan memberikan banyak kemewahan bagi manusia tetapi dua tangan yang bersih jarang termasuk di dalamnya. (Hal. 14)
  • Ketekunanlah dan bukan kejeniusan yang mengantatkan manusia ke puncak. (Hal. 96)
  • Saraf harus setegang tali busur jika ingin panah melesat. (Hal. 300)
  • Seni kehidupan adalah mengatasi masalah ketika ia muncul, bukannya menghancurkan semangat dengat mencemaskan hal-hal yang terlalu jauh di depan. (Hal. 412)
Tentang trik-trik politik dan manuver-manuver khas romawi yang kalau dipikir-pikir masih relevan dengan saat ini, sepertinya harus kau temukan sendiri. Tak akan rugi kawan. Kau bahkan bisa menemukan sederet fakta tentang masa muda salah seorang yang saat ini diingat dunia sebagai pembesar Romawi, Gaius Jullius Caesar. 

Em.., dan sepertinya membaca Imperium atau novel politik di waktu-waktu dekat Pemilu Legislatif seperti ini benar-benar menyenangkan. Saya tidak bisa mengontrol imajinasi di kepala ini tentang bagaimana sibuk bin repotnya para caleg menggalang suara demi memenangkan kursi di dewan. Kalau mau menang berguru pada Cicero sepertinya tepat. :))

Well, 9 April besok, hari pencoblosan. Pastikan suara anda untuk mereka, wakil yang tepat dan pantas mewakili rakyat. Say no to GOLPUT, yah. :))))