Ahyar Anwar, Infinitum

Infinitum by Ahyar Anwar

Judul : Infinitum
Penulis : Ahyar Anwar
Penerbit : Ombak
Tebal : 364 Hal

Kalau biasanya sebelum menuliskan book review abal-abal versi accilong, saya selalu menceritakan sedikit sinopsis tentang buku itu sendiri, sepertinya kali ini tidak. Jujur saja, Infinitum kebetulan bukan jenis buku yang biasanya saya lahap. Infinitum berada dalam jajaran beberapa buku yang saya biarkan perawan berbulan-bulan. Saya juga bingung, entah kenapa siang kemarin mendadak menjenguk buku ini dan berjanji menuntaskannya hari ini juga. Yah, setelah hampir 8 bulan ngetam di rak, akhirnya petang kemarin buku ini kelar baca juga.

Tidak banyak yang bisa saya ceritakan, konklusi saya, infinitum benar-benar novel cinta yang lahir dari rahim sastra. 
Loh? Lalu kenapa yang empunya blog tega membiarkannya perawan berbulan-bulan?? 

Hm, yang sedikit lebih mengenal saya mungkin akan menanyakan hal itu. Iyah, saya suka sastra tapi pada porsi yang membuat saya kenyang tanpa merasa "enek". Yah, ini novel cinta dan segala tetek bengek dan romantismenya (maklum saya pembaca novel-novel terjemahan bergenre psikologis, suspense-thriller, kriminal dan sejenisnya). Infinitum bagi saya, kebetulan berada di level "sastra yang terlalu mengenyangkan", terlalu subur dengan personifikasi-personifikasi khas sastra, pagi yang resah, lanskap senja yang murung, hujan yang merintih-rintih, sore yang redup, dsb. Saya kekenyangan. Bukan bermaksud menganggap sebelah mata pada buku ini. Mungkin masalahnya ada pada selera sastra saya yang kebetulan berseberangan atau bisa jadi mental saya yang tidak biasa dengan penuturan sang penulis -Ahyar Anwar- yang terlalu mendayu-dayu, lemah gemulai, penuh romantisme, dan sebagainya. Tapi saya berani jamin, penikmat sastra yang sealiran dengan adik saya si Uty pasti menyukai ini. :)

Oh, iya. Sekalipun saya sedikit "enek" dengan gaya bertuturnya tetapi tetap saja, ada yang sangat unik dari buku ini. Kalau biasanya sudut pandang pengarang/ narator dari awal sampai akhir adalah satu (hanya sebagai aku, kami, dia atau -nya), maka dalam novel ini narator berfungsi sebagai peninjau ganda. Maksud saya, semua dalam sudut pandang "aku" tetapi dengan "aku" dari setiap tokoh yang berbeda. Semacam pola, subjek terakhir dalam satu bab akan menjadi subjek utama pada bab berikutnya. Sangat kreatif, maklum saja penulisnya seorang dosen fakultas sastra.

Bukan hanya itu, terlihat jelas kalau Ahyar Anwar memang penulis yang cerdas. Ia meramu infinitum dengan sentuhan filsafat dan konsep-konsep intelektual yang memukau. Tak jarang, ia dengan begitu gamblang mengutip sejumlah catatan dari novel-novel dan karya-karya agung sekelas Paulo Ceolho, Orhan Pamuk, Nicholas Sparks, Goethe, Shakespeare, Gibran bahkan pemikir-pemikir besar sekelas Arthur Schopenhour, Friederich Nietzche, Albert Camus dll. Seolah-olah infinitum adalah sebuah pintu yang didalamnya penuh dengan pintu-pintu lain yang akan membawa kita ke tempat lain yang lebih jauh. Ahyar anwar bahkan sangat piawai menyelaraskan kisah seperti -Mumtaz Mahal dan Shah jahan, Romeo dan Juliet, Tristan dan Isolde sampai Guineverre dan Lancelot- dengan kisah tokoh-tokoh dalam novelnya. Lalu di beberapa bagian, saya dikejutkan dengan perasaan sedang membaca esai yang sekali lagi diramu dengan sangat "sastra". Benar-benar complicated.

Kenapa infinitum?
Yah, seperti hukum ad infinitum, buku ini berangkat dari ide bahwa segala sesuatu akan menemui perulangan. Ahyar Anwar secara gamblang menuliskan seperti ini:
Manusia tak hanya bergerak dari satu waktu ke wakutu yang lain, tetapi dari satu kisah menuju kisah yang lain. Tetapi tidak semua kisah bergerak meninggalkan waktu, kadang berputar kembali, dan melingkar kembali.
Tidak semua pencarian berjalan ke depan, kadang sebuah pencarian harus berjalan ke belakang, menemukan masa depan pada kisah kenangan. Seperti sebuah musik yang mengalun mencari refrain kenangan. Seperti sebuah lagu yang bisa mengembalikan kita pada seutas kenangan yang berlalu.

Setelah melahap habis 364 halaman Infinitum, kepala saya sepertinya diantar pada sebuah konklusi seperti ini:
Hidup sebenarnya adalah sekumpulan peristiwa yang mengantarkan dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya, diselingi beberapa kemungkinan juga kepastian. Sebuah keputusan kecil bisa jadi mengubah takdir hidup ke arah yang benar-benar berbeda. Ada sejumlah kesedihan dan kesepian yang selalu terselip dengan bentuk yang berbeda, berserak di antara pertemuan-pertemuan, perpisahan-perpisahan, dalam kemungkinan bahkan kepastian.

Oyah, ada satu bagian yang sangat membekas di kepala saya. Narasi yang entah berada di halaman berapa, kira-kira seperti ini:
Dunia ini mementaskan fragmen-fragmen tak terduga dari kisah-kisah yang lebih banyak tak terjawabnya.

Benarkah demikian? Mungkin jawabannya iya saat kita memandang dunia secara universal. Tetapi saat kita membicarakan dunia kecil tentang kehidupan kita sendiri sepertinya saya tidak sepakat. Sebab manusia dibekali kemampuan untuk mempertimbangkan segala sesuatunya, memprediksi besar tidaknya resiko dari setiap keputusan, tentu saja dengan batas maksimal kedangkalan pertimbangan masing-masing individu. Setiap keputusan tentu ada akibatnya, entah itu A, B atau lainnya. Jawabannya sudah pasti, masalahnya hanyalah seberapa berani engkau menjalani keputusan dan memaklumi "resiko" yang ada di belakangnya.

Thats all. 
Ah, sepertinya ini bukan book review. Hehehehheh...

33 komentar:

  1. nice post kaka keren keren.. tapi sepertinya akan lelbih banyak emmeutar otak utuk mengerti itu kata kata nya apalagi setebal itu bukunya hehehe :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih firaa..

      hehehh.. masalah selera mungkin yah. sebenarnya buku ini lumayan cerdas, bnyak refrain yg terselip disana. hanya saja, saya juga kalah dengan cara bertuturnya. :)

      Delete
  2. walo dibaca berulang2 tetep aja gak bisa nyantol di otakku, apa krn tulisannya yg terlalu berkelas atau saya yg lemot loadingnya.?

    waktu yg akan menjawab... xixixixixi

    ReplyDelete
    Replies
    1. wadohh, yg empunya blog kli mas yg lemot. hahhah..
      maklum, yg empunya lapak mmg super duper aneh. yg ga ngerti berarti masih waras. :)

      Delete
  3. huahahahaha.. ketawa dulu baca koment di atas.. :D :D
    tapi benar.. blog ini seperti kamus bahasa Ilmiah, setiap saya berkunjung di sini, pasti ada kata asing (menurutku)yang saya temukan..
    saya biasanya kalo "eneg" pasti ku tinggalkan... salut deh dengan mbak achi.. lagi eneg aja bisa tetap di lanjutkan dan di sarikan kalimat2 terbaiknya.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. masa' sih kamus ilmiah k'?? ah, penghalusan mungkin itu. maunya bilang sllu ketemu postingan abal2 yg super aneh. hahhah.. klo itu sya baru terima.

      skalipun eneg, tetap sja k, sya mesti menyampaikan apa yg sya pikirkan ttg buku ini. plus minusnya harus disebut smua. kan niatnya review. sklipun hasilnya sepertinya bukan review. hahhah..

      Delete
  4. Mbak Aci.. mbak Aci... kali ini review mu tidak berhasil membuatku pengen baca. Aku sudah terlajur enek juga dengan kutipan-kutipan yang terselip di postingan ini. Membayangkan, baca stau paragraf aja untuk dimengerti susahnya minta ampun, bagaimana 364 halaman???

    Tapi pasti ada kepuasan tersendiri setelah berhasil menyelesaikan membaca buku berat semacam ini yaa... dan aku sedang amat sangat merindukan kepuasan itu..

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahhahah.. kan kemarin, katanya rie penasaran sama review buku yang tidak saya suka. nah, itu dia. kesampaian dah reviewnya. sya bacanya banyak lompat2nya, terutama di bangian puisi2nya. sumpah sya kekenyangan. dak kuat baca puisi mpe 3 halaman yang full personifikasi.

      tp iyah mmg bener. begitu dah baca buku ini, plong juga. akhirnya tau begitu toh jalan ceritanya. seklipun tidak menemukan selera bacaan saya, tp ternyata bagus juga sesekali menghampiri sesuatu yg bukan kesukaan kita. jadi tau sisi lain.

      Delete
  5. "Sebuah keputusan kecil bisa jadi mengubah takdir hidup ke arah yang benar-benar berbeda."...yups...apa yang terjadi esok hari dalam kehidupan kita adalah buah dari benih keputusan yang kita lakukan pada hari ini :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener skli. sepakat kita. tos-an dulu nyok. :)

      jdi pengingat juga ini, hati2 dengan keputusan. biar besok2 tdak menyesal.

      Delete
  6. Kalo memang buku ini berangkat dari ide bahwa segala sesuatu akan menemui perulangan, mungkin saya sepakat atas itu. Hidup ini sepertinya memang hanya mengulang sesuatu yang telah rutinitas kita sehari-hari, tapi mengulangnya dalam kondisi fisik dan mental yang berbeda-beda, kadang sakit, kadang sehat,kadang susah, senang, kaya, miskin dan apapun itu. Seperti apa kata pepatah "Life is like a rollercoaster, it goes up and down".

    Semoga nyambung commentnya,maklum buruh ya begini ini, kalo baca sastra, semakin dibaca semakin ndak ngerti..bahasa "dewa" soalnya cuy hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. ad infinitum, perulangan. kayaknya paling keliatan di fashion/ mode, mas. gaya 70an kembali booming beberapa waktu belakangan, dengn sedikit improvisasi tentunya.

      sastra itu unik loh, mas sigit. apa yah, seperti ada "sesuatu" saat mengenalnya. Ini sok2an pake bahasanya syahrini, padahal lagi kesulitan menjabarkannya. hahahha.
      tp mmg kesukaan org beda2lah, kebetulan sya penikmat sastra tipikal soe hok gie sma pramoedya. #abaikan. :)

      Delete
  7. Hadohhh jadi pingin aku membacanya Kak, buku ini menceritakan tentang kehidupan dan perputarannya ya Kak, benar gak, kalau salah boleh dunk saya pinjam hehehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. tumben, dirimu konek dengan buku review-an lapak ini? biasanya dah setres duluan. heheh..

      ceritanya tentang perulangan, tepatnya perulangan yg terselip dari kisah cinta si tokoh dewa.

      mau pinjam?? sini, ambil sendiri di rumah. hahahhah

      Delete
  8. izin kak, saya juga pernah membaca novel yang juga menggunakan narator peninjau ganda. izin, judul novelnya adalah "metamorfosis" tapi saya lupa nama pengarangnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. aduh diks, jangan pake kata2 izin kak deh. maklum telinga saya sudah tdak biasa dgn kata itu. apalagi ini bukan kampus. ekspresikan sja semuanya seperti biasa. :)

      hm, metamorfosis yah. nnti dah saya googling, kli ja menarik baru dicari.

      Delete
  9. wah, kayanya seru. saya suka cerita yang menggunakan sudut panjang beberapa tokoh.

    ReplyDelete
  10. bagus mbak reviewnya, saya follow ya, sama2 suka bikin review hihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih.. makasih.. review abal-abal sya dikate bagus.
      tp blog ini isinya campur sari mbak monik, bukan review smua. maklum bukan org yg bisa khusuk di 1 tema. yg direview jga biasanya dak jelas juntrungannya. :)

      Delete
  11. Menurut ane, pelaku sastra sekalipun gk bakal nyaingin kejelian tukang review. Seberapa morphinisnya kata2 yg dibuat untuk men-sakaukan pembaca, mungkin biasa aja buat sebagian pe-review.

    Salut buat mbak! Ngebaca review mbak kayaknya ane udah gak perlu lagi baca bukunya! Bhahaha...

    Itulah kenapa ane suka baca review. Gambaran yg jelas udah cukup ane ngerasa ngerti. Singkat, padat, jelas! Hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. bagian "Seberapa morphinisnya kata2 yg dibuat untuk men-sakaukan pembaca, mungkin biasa aja buat sebagian pe-review." itu pujian apa kritikan?? hihii..

      klo sya pribadi, nulis ini sebenarnya bukan niat bikin book review. hanya saja, sudah kebiasaan, saat baca buku, pasti ada pendapat pribadi setelah membacanya. daripada mubadzir, mending dirangkum ajah sekalian. syukur2 klo ada yg niat baca. :)

      Delete
  12. suka ama kata-katanya...^^
    tapi mau beli belum ada uang,haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. ayooo belii...
      dijamin, buku ini full dgn kata2 seperti itu.

      mugi2 ja dak kekenyangan mpe "enek" kayak saya. heheheh

      Delete
  13. aku kaya suka deh sama bukunya,tapi aku besok mau beli buku'a mba Desi Anwar dulu yah yg judul'a " Tweet For Life "

    ReplyDelete
    Replies
    1. eh, iyah. sya juga mupeng bener sma buku punya mbak desi anwar, tweet for life.

      dah masuk list huntingan. kapan hari, klo nemu toko buku, beli aahh. :)

      Delete
  14. waaaah aku masih ingat sejarah 'terbelinya' ni buku..sampe promoin ke aku sgala, eeeh ujung2nya nyesell...hihih

    ReplyDelete
  15. Dulu waktu aku mbaca postingan I am Accilong tentang review 2-nya Donny Dhirgantoro saking penasaran aku sampe beli bukunya padahal waktu itu keuangan lagi pas-pasan. Semoga itu ngak terulang lagi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. wkkwkwkwkwkw.... maaf...maaf...
      soal selera mungkin yah. jangan kapok dungz. :p

      Delete
  16. Izin Walking

    http://ahyarpesat.blogspot.com/

    ReplyDelete
  17. Bagus Banget bukunya... juga Reviewnya..
    izin copas ya mas...

    ReplyDelete
    Replies
    1. untuk kemaslahatan hidup org banyak.. silahkaaannn.. :p

      Delete

Kawan, silahkan tinggalkan jejak,,,

 

Friend List

Flickr Images

Blogger Perempuan