Anda termasuk pecinta buku?
Akrab dengan buku?
Ah, pertanyaan-pertanyaan ini sebenarnya tidak penting.
Tapi pernah tidak, terlintas di pikiran anda bahwa sebenarnya buku-buku hanyalah kobohongan belaka? Penulis di setiap belahan dunia bercokol dengan ide-idenya demi merekonstruksi cerita yang lucunya sangat ditunggu-tunggu oleh pembacanya.
Saya memikirkan hal absurd ini ketika membaca buku "Murjangkung : Cinta yang dungu dan hantu-hantu". Kumpulan cerpen A.S Laksana, seorang sastrawan, pengarang, kritikus sastra juga wartawan Indonesia yang aktif menulis di berbagai media cetak Indonesia.
Murjangkung : cinta yang dungu dan hantu-hantu |
Minggu kemarin saya tidak punya sedikitpun plan to do. Jadilah memilih buku sebagai obat membunuh waktu. Sebelum saya mati bosan.
Rupanya Murjangkung ini kumpulan cerpen, dikisahkan dalam 20 cerita berbeda. Ini kali pertama saya membaca buku om A.S Laksana, sebelum-sebelumnya saya hanya akrab dengan tweet-tweet beliau. Dan yah, tentu saja, tweet sangat berbeda dengan cerpen. Bab 1 terkesan sangat lamban. Aroma dongengnya sangat kental. Bagi saya yang untuk beberapa waktu tidak mengakrab-i cerpen, tetiba memaksa diri kembali menikmatinya, ini semacam cultur shock. Terlebih beberapa waktu belakangan saya jarang membaca.
Lalu bab 2, ini alasan yang membuat saya bertahan membacanya. Tastenya sangat berbeda dengan yang pertama, lebih cepat, ide-idenya lebih briliant dan yah, saya bertahan membacanya. Lalu biasa-biasa lagi dan terakhir di sepertiga - mungkin seperempat dari buku sebelum tamat, untuk beberapa bab itu, saya sangat menikmatinya. Seolah-olah digiring dalam cerita absurd tanpa mengesampingkan logika, sebut saja komedi satirnya berhasil menghipnotis saya, plus cara bertuturnya yang khas. Untuk penilaian saya, 2 bintang dari 5 untuk buku ini. Bukan karena kurang bagus, bintang itu ukuran kesukaan saya pada genre bacaan. #eh.
Membaca dongeng, mau tidak mau menggiring saya pada pandangan semacam itu. Bahwa buku sebenarnya adalah berlembar-lembar kebohongan yang ditunggu-tunggu pembacanya. Lucu, bahwa kita tahu ini hanya karangan tapi masih saja menunggu dengan harap-harap cemas saat tahu penulis andalan kita akan segera meluncurkan buku barunya lagi, lalu dengan sabar kita mengantri di toko-toko buku bila ternyata banyak yang menunggu hal yang sama, atau mungkin, mengunjungi perpustakaan dengan beratus - ratus rak yang bertingkat-tingkat entah berapa banyak demi mencari buku idaman.
Ah, ya. Saya baru ingat, sepertinya pikiran semacam ini pernah saya baca di salah satu buku bertahun-tahun lalu. Kalau ingatan saya benar, itu bukunya Jostein Gaarder, "Perpustakaan Bibbi Bokken". Buku dengan tokoh sentral anak-anak yang berpetualang untuk memecahkan misteri wanita misterius, si Bibbi Bokken. Saya lupa bagaimana pastinya pendapat dalam buku itu, ingatan random saya hanya mengatakan sepertinya ada. #Abaikan.
Bayangkan, jika buku benar hanyalah kumpulan kebohongan-kebohongan yang cintai pembacanya. Kebohongan yang ditahu dengan pasti, tapi masih dicari. Coba hitung : Berapa banyak kebohongan yang telah dibaca setiap hari, berapa banyak yang diterbitkan setiap hari, berapa banyak duit yang dibuang demi membeli kebohongan-kebohongan, lalu berapa banyak kebohongan yang disimpan dan dimuseumkan dengan sangat baik oleh para kolektor buku, perpustakawan, atau mungkin kamu. Saya sendiri punya satu lemari besar untuk menampung kebohongan-kebohongan itu, yang semakin hari semakin sesak. Setiap kali ke toko buku, selalu pulang dengan tentengan sejumlah buku-buku baru, lagi-lagi kebohongan yang menambah sesak lemari buku saya. Dengan sangat sadar saya membeli satu demi satu kebohongan dan menyimpannya, meminjamkannya dan makin banyaklah jumlah orang-orang yang ikut dibohongi di dunia ini.
Seharusnya, kita mulai memperbaiki ucapan selamat datang di toko-toko buku dengan selamat membeli kebohongan dan perpustakaan dengan selamat datang di rumah kebohongan. Lalu ditambah dengan sejumlah narasi, kebohongan-kebohongan ini bisa membawa anda kemana saja, hati-hati, bisa jadi anda akan menjadi pembohong yang cerdas setelah membacanya.
Maafkan kekacauan pikiran saya. :) Wajar saja, saya memerlukan blog sebagai rumah kedua. Ternyata bukan karena "hidup harus meninggalkan jejak" tapi demi menyelamatkan kewarasan saya.
Buku tetaplah buku. Tidak peduli setelah membacanya engkau menjadi lebih baik atau sebaliknya. Sudah jadi tugas masing-masing pribadi untuk membentengi dirinya sendiri. Bukan menyalahkan buku. Berhenti untuk terlalu percaya diri membaca setiap genre buku. Hati-hati ada beberapa yang sudah di desain mengubah pola pikir bahkan keyakinan anda. Be ware. Lah, jadi horror begini.
Maafkan kekacauan pikiran saya. :) Wajar saja, saya memerlukan blog sebagai rumah kedua. Ternyata bukan karena "hidup harus meninggalkan jejak" tapi demi menyelamatkan kewarasan saya.
Buku tetaplah buku. Tidak peduli setelah membacanya engkau menjadi lebih baik atau sebaliknya. Sudah jadi tugas masing-masing pribadi untuk membentengi dirinya sendiri. Bukan menyalahkan buku. Berhenti untuk terlalu percaya diri membaca setiap genre buku. Hati-hati ada beberapa yang sudah di desain mengubah pola pikir bahkan keyakinan anda. Be ware. Lah, jadi horror begini.
Random:
Hiatus itu.. sempurna membuat kewarasan hilang satu-satu. Menulis adalah kebutuhan rupanya.
Saya kembali. :)
saya suka membaca tulisan as laksana tentang sosial politik dan budaya, gaya bahasanya saya suka, dan beliau memang sepertinya ahli atau memang mempunyai kelebihan dalam menulis.
ReplyDeletetentang cerita atau dongeng yang disajikan dalam buku itu tergantung perspektif pembaca atau penikmat buku. Posisi saya sebagai pembaca adalah mengambil sari inti untuk saya jadikan pelajaran, bukan saya ikuti mentah mentah. itu saja.
hehehe
saya penggemar tweet2nya om A.S Laksana, mas. selalu cerdas, kritis dan konstruktif disaat yg bersamaan. makanya rada shok pas baca cerpennya. tapi tidak bsa dipungkiri, komedi satir punya beliau itu kereen.
Deletepostingan di atas itu, pikiran ngawur saya saja. tetiba membayangkan seperti itu. tapi memang ada benarnya juga itu pikiran sya, klo ada "kebohongan" dalm buku. syukurnya bukan kebohongan yang kontraproduktif, lebih ke memuaskan imajinasi keknya.
klo baca komennya mas agus, pastilah pembaca cerdas ini. kalo saya, baca buku itu kerjaan besar sebenarnya. saya mencatat quote2nya, ambil hikmahnya. sok nge-review alur cerita, penokohan, isu yg diangkat, gaya bertutur, banyak sekali. posisinya bukan jd penikmat lagi, tp disaat yg bersamaan jd penilai. padahal dirinya sendiri belum tentu bisa. ckckkckk. manusia oh manusia.. tp manusiawi kan yaa. :)
jadi inget waktu kecil dulu suka ngarang dongeng dan dikomenin bapak "kalo pinter ngarang cerita berarti pinter bohong". dan sejak saat itu jadi males nulis dongeng lagi -_-
ReplyDeletemungkin kita suka "dibohongi" lewat buku karena kita bosan dengan "kenyataan", jadi lari ke dunia imajinasi. atau ada yang tidak bisa didapatkan di dunia nyata dan hanya bisa didapatkan di dunia bohong-bohongan. *komen ngawur
jadi, apa benar para penulis adalah pembohong mil? heheeh.
Deletesaya malah sepakat sama komen ngawurnya. IMHO juga bilang begitu. Seru jak, menebak-nebak kira2 kenapa yah, org suka buku. saya pribadi suka baca, beberapa genre seperti suspence crime, historical fantasy, dll bnyak jdi koleksi, rasa penasaran akan kelanjutan cerita itu yg bikin ketagihan. apa di dunia fana sebenarnya kita2 adalah orng2 yg sangat ingin tahu kehidupan org lain yah?
yg membedakan, ada yg bisa main cantik ada yg terang2an.
makin ngawur keknya neh. maaf..maaf.. :)
Jangan-jangan bukan hanya beberapa buku yang didesain untuk mengubah pola pikir dan keyakinan kita.
ReplyDeleteJangan-jangan blog ini juga didesain seperti itu. Berhati-hatilah...!!!
Wkwkwk..
Lol... sumpah kacaauuuuuuu. Hihib
DeleteHahaha tiba-tiba saya jadi ingin langsung membaca tulisan ini saat lihat judul yang provokatif seperti itu :D
ReplyDeleteMungkin saya setuju dengan pendapat kamu ini hanya untuk buku-buku yang bergenre fiksi saja, tapi kan ndak semua buku itu berisi khayalan dan "kebohongan" para penulisnya, banyak juga buku yang berisi tentang opini, pendapat si penulis tentang sesuatu hal, buku juga bisa berisi tentang cerita kehidupan seseorang (autobiografi) yang berdasarkan kehidupan nyata. Tapi ndak tau juga jika ternyata ceritanya itu boongan juga hehehe
Hahahah.. maafkan pikiran kacau saya.
Deleteklo dirunut, satu2nya pembenaran yg saya dapat, persis komennya mbak milati kalo :
mungkin kita suka "dibohongi" lewat buku karena kita bosan dengan "kenyataan", jadi lari ke dunia imajinasi. atau ada yang tidak bisa didapatkan di dunia nyata dan hanya bisa didapatkan di dunia bohong-bohongan.
:)
Saya juga setuju dengan pendapat itu kak, bahkan secara umumnya semua buku memang sebuah "kebohongan" untuk menggiring manusia yang membacanya pada suatu opini atau kebenaran.
ReplyDeleteBuku itu seni menulis untuk meyakinkan pembacanya. Isi dari buku itu, terlebih fakta sekalipun, pasti dibungkus dengan sedemikian kata-kata untuk mendukung apa yang ada dalam pikiran penulis itu.
dan selamat kak, untuk kesekian kalinya, tulisan kakak membuat saya bingung....
bukan secara umum sih, paling dorang novel dan sejenisnya.
Deleteklo literatur lebih ke pengetahuan, science. sekalipun peluang adanya kebohongan sebenarnya masih saja ada. terutama buku sejarah.
seperti kata org2 di luar sana, kalau sejarah selalu ditulis oleh pemenang. kans untuk menulis sejarah sesuai keinginan, kepentingan, orang2 yang terlibat di dalamnya.
makin ngelantur, sori. kepala saya memang sedikit susah dikontrol. :)
Dan hebatnya kebohongan2 itu bisa mempengaruhi mindset pembaca, dan merasa nikmatnya dengan itu, hihi...
ReplyDeleteitu bagian paling lucuunya. :)
DeleteBukan kebohongan, mungkin bisa disebut analogi atau mungkin modelling. Anak manusia (aku misalnya), susah sekali kalau diingatkan secara langsung.. harus dipelipirkan pakai analogi atau model lain yang bukan aku. begitu mungkin :D
ReplyDeleteAh, yap. Bisa juga cam ini : kisah2 itu dibuat untuk belajar kesalahan2 org lain misalnya. Sebab tdk ada jaminan usia agar kita mlkukan semua keslahan itu sendiri.
Deletelama juga nih tidak jalan kemari, eh malah ada cerita bohong-bohongan ya, mba Achi hehehe
ReplyDeletesaya juga suka nulis cerpen, dan sebahagian besar berdasarkan cerita nyata, yang memang sengaja saya samarkan nama, terkadang tempat, dan pasti alur ceritanya ada yang di setting sedemikian rupa memang. Niat utama sih tetap menjaga pesan yang terkandung jangan sampai melenceng dari yang sebenarnya. hihihi. jadi gimana tuh mba achi? hehe no hp masih yang lama kan? :D
Entahlaahh. ^^
DeletePost random ini, menyelamatkan kewarasan. :)
Iya, iya masih istiqamah sma no yg kemarin koq.