Saya Mencintai Dia.

Malam ini, lagi-lagi hujan. Seperti malam-malam kemarin, benar-benar tidak rela berbagi ruang untuk bulan tuk tersenyum. Apa hujan sedang marah pada bintang ya? Kesannya seperti sedang balas dendam. Ahahahahaayy, sok romantis saya. Winamp saya masih saja memutar lagu D’allays – superglad sedari tadi. Hm, ganti deh. Dan….Rinai hujan basahi aku,,,, (Utophia mode on)… hohoho,, pas buangedtzz.. Jadi ingat dulu…


Hujan…

Memang selalu dekat dengan romantisme. Jejaknya hampir selalu menyisakan semburat merah jambu di hati para belia.


“Pagi ini hujan deras… coba lihat ke jendela dan hitung tiap titik hujan itu. Kenapa? Katamu banyak? Iya, memang banyak…dan percayalah…sebanyak itu rinduku untukmu ….”.

Kau sering mendengarnya bukan? Atau seperti ini,

“Di setiap tetes hujan, ada malaikat yang membawa kasih dan cinta setiap insan. Kuharap, titipan hatiku telah sampai padamu”.

Hujan…, lagi-lagi cerita tentang kasih, damai yang terselubung manis di hati-hati para manusia. Tak jarang sebuah kisah hidup dimulai dari episode “hujan”. Entah itu berbagi tempat berteduh, berbagi perapian, pun sekedar bersilangan jalan di bawah rintik hujan. Banyak yang mencintai hujan dan kisah kasih di dalamnya, seperti utophia,,

“Rinai hujan basahi akuu…., temani sepi yang mengendap….

…aku selalu bahagia, saat hujan turun, karena hujan pernah menahanmu disini, untukku….”.

Lagi-lagi hujan kan. Aura hujan benar-benar dekat dengan aura romantisme. Hujan, air, bias, pelangi…. 1 hal yang selalu ingin saya tambahkan di belakang pelangi adalah senyum matahari. Bukan melulu hujan. Pelangi itu indah tetapi tidak akan ada pelangi jika matahari tidak tersenyum. Tanpa matahari, titik-titik air itu tidak akan terbiaskan dan putih tetap monokrom yang nyata, tidak berwajah poli ketika ia menjelma matahari.

Coba pikir, siapa yang paling berjasa untuk setiap cerita semburat merah jambu itu? Hujan atau matahari? Kalau tanya saya, maka jawabannya pasti matahari. Coba pikir lagi. Matahari itu tetap disana, tidak bergeser tapi memberikan ruang gerak untuk hujan agar menumpahkan rintiknya, bersama kisah-kisahnya tentunya. Tapi hampir selalu terlupa, kalo itu juga prakarsa matahari. Jika tidak ada yang bersinar, bagaimana air menguap dan membentuk awan-awan hujan. Lalu ia akan mengintip malu-malu dari balik horizon, menerangi titik-titik air itu, hingga terbias, membentuk untaian warna-warni, polikrom yang indah. Sesuatu yang kau sebut pelangi. Jadi, berterima kasihlah pada matahari. Yang selalu menyisipkan pesan kasih pada semesta di setiap partikel cahayanya. Sabarlah, mungkin kisahmu sedang dirakit dalam sekian nano atom partikel cahayanya.

Hoho, hujan selalu mampu membangkitkan hangat semu yang meng-nyata. Saya benar-benar mencintai hujan dan kisahnya.

6 komentar:

  1. saya pun senang dengan hujan! walaupun hujan---kata orang Jepang---adalah waktu yang paling baik untuk bunuh diri! hehe...

    :D

    ReplyDelete
  2. Waaah saya kira Dia itu saya. Ckckckck. Oke deh aya juga mulai cinta hujan, meskipun tak jarang kesal kalau abis cuci Si Violet eh hujan turun. :(

    ReplyDelete
  3. hujan...? suka ga suka...

    suka hujan krn stiap ia datang, tanah n tumbuhan teriak gembira krn mndapatkan berkah

    ga suka hujan krn aku ga suka mlihat langit menangis... :((

    ReplyDelete
  4. @zulham : hayyoo..ada niat harakiri dak negh. :p

    @qefy: hahahha.. yoh, sok atuh Dia itu kamu 8-}

    @bunda : pdahal gerimis itu indah loh ;;)

    ReplyDelete
  5. hujan itu indah... seindah ingatan kita pada seseorang..

    ReplyDelete

Kawan, silahkan tinggalkan jejak,,,

 

Friend List

Flickr Images

Blogger Perempuan