"Waktu tidak bisa dimiliki tapi bisa digunakan, tidak bisa disimpan tapi bisa dihabiskan."
Manusia itu ibaratnya perangkat lunak, dibangun dari jutaan sel dengan masa berlaku tertentu. Mother boardnya di kepala, pada setangkup daging lunak bernama otak. Supaya performanya tetap bugar, tentu saja butuh defrag ataupun maintenance secara berkala, demi mengurangi error dan membasmi cache yang menumpuk. Anggap saja proses maintenance itu sebagai vaksinasi, menyuntikkan formula positif dan suplemen yang tepat agar motor bekerja dengan baik.
Pertanyaannya : apa kabar suplemen jiwa? Sudah men-charge mindset untuk pencapaian-pencapaian positif tahun ini?
Dikuasai homunculus, di suatu pagi manusia yang ini menemukan dirinya sendiri tertelan random dan spontanitas, hanya karena tersesat di salah satu website yang menyuguhkan view yang mampu memanggil "feeling peacefully". Tanpa planning muluk-muluk perempuan ini langsung meluncur dan membereskan transaksi di salah satu penyedia layanan tiket online untuk perjalanan esok hari. Mungkin benar, terlalu banyak "cache" di sekian waktu belakangan punya kaitan erat dengan mekanisme penyelamatan/ perlindungan diri seseorang. Mungkin tidak bagi semua, beberapa orang mungkin bisa berdamai dengan suntuk, hidup dari cadangan semangat setiap harinya lalu me-recharge passion di sela-selanya. Bagi perempuan ini tidak. Suntuk adalah elemen kontraproduktif yang harus diberanguskan. Semacam alarm, pada suatu titik ambang batas, tombol maintenance otomatis teraktifasi untuk menyelamatkan "kewarasan".
Kadang saya suka menjuluki diri sebagai "Robo Sapiens", semacam satir untuk homo sapiens yang rutin dilumat jadualisasi. Terbangun di pagi hari untuk rutinitas yang itu-itu saja, sekedar melunaskan waktu sesuai jatahnya, kapan kerja, kapan ishoma, lalu kerja lagi, pulang, tidur, dst. Feel like i'm robot - manusia pabrikan. Terasa kosong, hambar. S
eolah-olah ada yang hilang, ada yang tidak lengkap, yang seharusnya disana tapi tidak ada. Padahal engkau masih hidup dengan passion yang sama, ide-ide dan tubuh yang sama. Untuk saya saat "scene itu" hinggap, artinya sama dengan alarm kulminasi saya butuh "melarikan diri" dari rutinitas. Butuh "hilang".
Jogja ternyata pilihan yang tepat, saya kepalang jatuh cinta dengan suasananya.
|
Bukit Bintang, Gunung Kidul, Jogjakarta
Kelar landed safely, cari makan dan langsung melipir dimaree |
|
Puthuk Setumbu, Bukit Manoreh, Borobudur
Saya rela menukar jam tidur demi menyapa merapi dan merbabu di pagi buta dari tempat ini |
Kalau
dipikir-pikir perjalanan kali ini sepertinya agak melankoli, saya lebih
banyak autisnya ketimbang hebringnya, lebih senang memperhatikan
sekitar, alam dan orang-orang di luar sana. Walhasil di 4 hari 4 malam
perjalanan spontanitas, destinasinya tempat-tempat yang butuh tracking.
Lepas landed safely, cari makan dan langsung lanjut ke Bukit Bintang,
Gunung Kidul. Balik ke Blunyah Gede, tidur 2 jam-an dan langsung ke
destinasi selanjutnya. Menukar jam tidur demi menyapa sunrise Merapi dan
Merbabu dari Puthuk Setumbu. Ternyata ada banyak yang juga mengejar
sunrise seperti saya. Di atas benar-benar ramai. Di antara sekian
pengunjung, saya sangat tertarik dengan sepasang kakek nenek yang juga
ada disana. Seolah tak mau kalah dengan yang muda, turut berjubel
menunggu sunrise, menunggu momen tepat untuk cekrek-cekrek. Hati saya
tersenyum. Sedikit penyesalan, saya tidak sempat mengabadikan keduanya.
Manusiawi lah, nyaman kadang membuat kita lupa. So do I.
Dari Puthuk
Setumbu latah melanjutkan tracking sampai Gereja Ayam, Bukit Rhema.
Lanjut ke Borobudur, hutan pinus Krangilan, Ketep Pass dan kembali
finish di Blunyah Gede.
Hari kedua tak
jauh beda, tidur 3 jam sebelum berburu sunrise. Destinasi kali ini
Puncak Kebun Buah Mangunan. Sumpah, view di tempat ini Masya Allah luar
biasa. Asri, hijau sejauh mata memandang. Kata adik saya, kalau momennya
pas, lautan awan bisa menutup rapi semua pegunungan di sekitar puncak,
hitungan semeter dari anjungan. Imajinasi saya bertingkah, mungkin
feelnya seperti membuka pintu pesawat dan engkau bebas bermain,
bercengkrama, dan bersembunyi di balik awan. :)
|
Puncak Kebun Buah Mangunan, Kulonprogo
Sunrise disini juga Masya Allah luar biasa |
Tak lama di puncak, kami bergeser ke Hutan Pinus Imogiri. Memang feelnya beda dengan krangilan yang spotnya lebih ke-korea-an, "drakor wanna be" yang viewnya 11-12 dengan nami island di drama "Winter Sonata" dalam versi musim semi. Untuk Imogiri sepertinya lebih cocok sebagai tempat camping atau piknik keluarga. Tak apalah, soonlah kalau ada rejeki main ke Krangilan lagi, tentunya di waktu yang tidak bertepatan dengan hari libur. Sumpaah, rameee.
|
Hutan Pinus Imogiri, Mangunan |
Rencana awal
dari Imogiri langsung ke Hutan Mangrove Kulon Progo, tapi berhubung
"kampung tengah" sudah tidak kompromi, mobil melipir entah kemana. Niat
cari sarapan, ketemu plang Pantai Glagah, pikiran awal, "well, its gonna
good if we have fresh fish for breakfast there", Dan kadang nyasar sama
Tuhan itu dikasi doorprice view yang syantips. Pantai Glagah ternyata
keren, breakwater di tempat itu ketjeh. Katanya Glagah - Congot itu
masih nyambung dengan Parangtritis, mungkin ini alasan ombaknya luar
biasa besar. Beda jauh dengan ombak-ombak di Sulawesi. Saya iseng
berjalan ke arah anjungan, penasaran dengan orang-orang yang sedang
berkerumun disana. Si adik masih autis dengan spot pemecah ombak
disebelah kiri, belum tahu dia, diujung kelokan viewnya lebih luar
biasa.
|
Pantai Glagah - Congot, Kulonprogo |
Sekitar 20
meter dari hulu anjungan pemecah ombak gantian saya bengong. Awalnya
takjub dengan tingginya ombak, membiarkan percikan-percikan asin air
laut mengenai kulit. Hampir 10 menitan dan akhirnya kabur setelah dapat
surprise ombak paling besar, tiang tinggi berwarna merah di ujung
anjungan bahkan hilang seolah dilumat ombak. Berdiri 20 meter dari ujung
anjungan dan rok saya basah selutut. Syok. Tak lama bapak-bapak polisi
memasang garis polisi, mengamankan lokasi. Ternyata itu alasan kenapa di
posko depan ramai oleh bapak-bapak berseragam coklat. Saya memilih
duduk-duduk di salah satu break water sembari menunggu si adik.
Tak jauh dari
tempat saya ada seorang gadis kecil sedang asyik bermain dengan ayahnya.
Sumringah memainkan sisa-sisa sapuan ombak besar sebelumnya. Hati saya
tersenyum. Ada hangat disana. Sama ketika menunggu antrian naek kletek
di Kulon Progo, sembari mendengarkan curhatan di bapak penjaga loket
kletek tentang persaingan bisnis antar pemilik pengolah wahana wisata
hutan magrove, mata saya tidak sengaja melihat 3 orang anak kecil, 2
diantaranya laki-laki. Sepertinya ada sesuatu di bawah jembatan yang
menarik perhatian mereka. Ketiganya berjongkok sembari menunjuk-nunjuk
sesuatu di bawah. Heboh. Sampai seorang gadis kecil lainnya (sedikit
lebih besar dari ketiganya) mendekat, sedikit rempong mengimbangi
payung besar yang membuka lebar di tangannya. Sepertinya dia mengajak
ketiga anak lainnya untuk kembali ke bangunan sebelah. Tiga anak kecil
sebelumnya berdiri dan seolah refleks 2 anak lelaki tadi berjalan di
kiri kanan si gadis kecil yang pertama, seakan-akan menahan panasnya
matahari untuk si kecil. Si anak perempuan terkecil tersenyum dan
mengapit lengan kedua anak laki-laki sembari ikut bernaung di bawah
payung si kakak. Betapa menggemaskannya mereka.
|
Hutan Mangrove, Kulonprogo |
Hari ketiga,
berhubung si adik ada kerjaan, walhasil saya mutar-mutarnya sama si
"Mamak Kucing" yang 6 tahun terakhir menetap di Jogja. Kawan yang jaman
SMA sampai sekarang masih persis "Dia", even long time no see. Feelnya
tetap fresh dan renyah bak terakhir ketemu kemarin sore. Si Mamak Kucing
yang masih cinta mati sama kecap, nocturnal, pantangan sama tracking
tapi lucunya selalu menang dari saya kalau maraton di lintasan datar, Si
"AB" super aneh bin ajaib yang percaya si "O" yang ini adalah jajahan
abadinya. Tapi sumpah, saya jatuh cinta berkali-kali dengan kepalanya
yang asyik diajak random talk. Saya percaya dimensi berpikir kami
berseberangan, uniknya entah kenapa itu seperti pahitnya kopi hitam dan
manisnya gula merah yang saling menggenapkan. Bisa ditebak,
pembicaraanpun mekar kemana-mana. Sepertinya suntuk saya banyak menguap
dari pembicaraan ngalor-ngidul dengan manusia yang ini. Mungkin memang
saya sedang rindu dengan perempuan ini, yang mampu me-rumah-kan
pikiran-pikiran saya yang selama ini mengambang.
|
Pasar Beringharjo |
|
Mirota Batik. |
|
Alun-alun Kidul, Jogjakarta |
Kalau dua hari sebelumnya saya banyak autis, maka tidak di hari bersama mamak kucing. Sepagian di Beringharjo, saya sudah mangkal dengan mamang penjual winko babat tradisional. Sedikit mencereweti si mamang sampai dianya bersedia menyerahkan dudukan dagangannya kepada saya. Ternyata winko babat tradisional, rasanya beda jauh dengan winko babat yang biasanya jadi oleh-oleh teman barak kalau pulang cuti. Saya lebih berdamai dengan rasa asin legit di winko babat si mamang. Main ke Beringharjo ternyata tidak bisa tanpa sesi belanja. Meskipun dari awal kedatangan saya sudah memantapkan hati kalau perjalanan kali ini hanya melepas suntuk, freshing dengan berdamai dengan alam, wisata belanja big no, ternyata.. Faktanya, timbangan dompet tetap saja berhasil turun. Hahha.. Pesona batik memang bisa membutakan mata, belum lagi barang-barang lucu lainnya. Ah, saya masih perempuan ternyata. Si mamak kucing saja surprising, "selera kamu ternyata perempuan banget, nek", katanya. Saya tersenyum, sembari mengingat-ingat, apa iya jaman SMA saya se-doif itu. Lol.
|
Prambanan, Jogjakarta |
|
Upside Down |
|
Outernya anti gravitasi. What a Lol! |
Semua tentang Jogja adalah suasananya, ada ribuan cerita di angkringan yang berjajar rapi tak berujung, tentang bapak sopir taksi yang asik diajak bicara politik indonesia, yang menyimpan racun destinasi wisata menarik di smartphonenya, pada panggilan salah alamat kepada seorang nenek setiap kali memanggil "nek" pada mamak kucing, hangat dari sepasang kakek nenek di Puthuk Setumbuh pagi itu, sumringahnya gadis kecil saat bermain bersama ayahnya, juga kelucuan anak-anak kecil di hutan mangrove kulonprogo, pada si mamak kucing yang berhasil me-rumah-kan pikiran-pikiran saya. Sepertinya ada rindu yang terlunaskan. Terima kasih jogja.
Balik lagi, pertanyaannya :
Apa kabar suplemen jiwa? Sudah men-charge mindset untuk pencapaian-pencapaian positif tahun ini?
Suplemen jiwa mungkin belum sempurna, tapi saya yakin hardisk saya sudah cukup bersih dari cache untuk disesaki folder-folder selanjutnya. Saya menyadari satu hal, banyak hangat yang bisa meluruh di hati bahkan matamu, hanya dengan meluangkan sedikit space di kepalamu untuk hal-hal kecil yang sering terlupakan. Memandang lebih jauh ke orang-orang disekitarmu. Saya bisa tetap menjadi Robo Sapiens, tapi dengan perasaan dan energi yang lebih baik. Kalau kata kawan saya, "Karena kamera terbaik tetap ada di otak dan lensa tercanggih tetap di mata...". Suplemen terbaik ada disana, di mata dan telingamu. Semoga yang terbaik untuk tahun ini, teruntuk sesiapa yang mau berusaha.
Credit:
Quote pembuka nyamplok tagline di bawah patung pas maen di Mirota
Quote kawan di paragraf akhir nyolong punya kak Imma Arsyad
Masih adakah oleh-oleh dari sana, Mbak Aci? Hehehe...
ReplyDeleteMasiiihh..
DeleteOleh-olehnya baru saja kelar dibaca, postingan ini kanda. hahhaha
Keluar juga liputan jenjalannya yaak.. Main ke Kendari Yuukk.. Tinggal lompat Ci kalau lewat peta! Hahah..
ReplyDeleteMau aja guweh mak, asal t4 tidur ane ada yg nanggung.
Delete#eaaa..
#kaliajatetibakamunyakasiundangresmibuatmelancong
Hahahah
Dulu aku pernah sekali-kalinya ke jogja.
ReplyDeletepas liat hasil ngebolang teteh di Jogja aku jadi sadar ternyata tempat main di Jogja Itu luar biasa banyak n cool !
tiba-tiba sekarang jadi pengen kesana lagi.
culik aku
Bener, jogja itu bnyak t4 ngehitsnya plus instagramable, melancong 4 hari mah, nda bakal cukup. Want more.
DeleteYang top selfie udah beberapa kali maen kesana :D
ReplyDeletemurah dan nyaman..
btw pemandangan gunung merapinya istimewa banget..
Tempatnya dekat ke krangilan yah?
DeletePas sy maen ksana lgi rame2nya pengunjung. Kebayang nda mobil2 pda ngantre di jlnan sempit, tanjakan curam dan di slah satu sisinya lngsung jurang. Lumayan bikin shok, aplgi kmrin pas maen, ban mobil sempat selip. Hiks..
#ehcurhat
Jalan-jalan sendiri, gak WA ... *uft
ReplyDeleteGak setor WA sih kamu, om.
Delete:P
Wah... benar-benar keliling Jogja nih.
ReplyDeleteSeru banget tuh.
Belum iiih... belum semua, belum puas.
Deleteah jadi ngiri euy,
ReplyDeletesaya mah bad experience sebelum taun baru kmaren lewat Jogja, niat mau beli bakpia, eh kepincut makan gudeg...
bukannya dapet enak malah diperes wkwkwkkwk, di menu list harganya 21 per porssi, eh pas bayar 37rebu... kapok makan di deket alun-alun keraton
Lah, jgn2 smaan qt di jogjanya. Ntu pas libur natal kemarin. Bisa rame tuw klo kopdaran.
DeleteSma minum + duduknya itu kek. Hhahahha
Mbak, yang hutan pinus itu berasa di sinetron winter sonata, hahaha
ReplyDeleteIyaaaaaaaapp..
DeleteWinter sonata versi musim semi. Dibela2in mampir tpi crowded.
Baca tulisan ini, jadi pengen ke Jogja lagi deh
ReplyDeletejogja mmg sellu berhasil bikin org nda puas ya mba. Selalu pengen lagi dan lagi.
Deletekalo ke jogja lagi coba ke daerah sleman di waktu Fajar...
ReplyDeleteIkon apa gerangan di slemannya?
DeleteIkut berbahagia. :D
ReplyDeleteLuw kapan jadinya ngebolang lgi om? Hayuukk ngetrip bareng.
Deleteya ampunnn saya ke jogja entah berapa belas tahun lalu, duh harus balik lagi kalo gini caranya ;p
ReplyDeleteBanyak yg berubah yah mba?
Delete😊😊
Eeh, itu fotonya kok nongol dari lemari yah. Hhaaha
ReplyDeleteSimsalabim.. tattadaaaaa..
DeleteWakakakakaka ngakak liat outernya anti gravitasi hahahaha
ReplyDeleteJogja itu kyak second home, friendly bgt. Ntr kapan mau kesana lah lagi, blm pernah ketempat2 itu
Konsepnya gagal total gegara outer anti gravitasinya. Hahahha
DeleteTpi bener, jogja itu suasananya yg sukses menawan hati. Pengen lagi dan lagi.
Salfoks ama body langsung dikau mba huaaaa
ReplyDeletewkwkkwkwkwkk..
Deleteemang apa salah body saia mba?