Fase kehidupan selalu berubah atau berganti. Bermetamorfosa hingga mencapai fase paling sempurnanya. Setiap dari kita selalu mencoba untuk mencapai fase kepuasan tertentu. Walau tanpa sadar, dalam perjalanan itu kita menjatuhkan berbagai atau sedemikian banyaknya rival. Awalnya, setiap dari kita memiliki keinginan, harapan untuk percapaian keinginan terbaik. Karena kesamaan tujuan yang hanya bisa meloloskan satu, setiap dari kita menjadi rival bagi orang lain. Yang menang, dialah yang berkuasa.
Sama ketika seseorang menginginkan suatu jabatan. Egoisme personalnya menjadi motivator terbesar untuk mencapai hal itu. Pemimpin!!! Bukan kata yang langka, dan justru sangat sering terperangkap tanpa sengaja dalam rongga pendengaran kita. Tetapi awamnya ia di telinga, tidak semudah ketika kita mencarinya dalam kotak bernama semesta. Sangat sulit untuk menemukan pemimpin yang kita mau. Anggapan kita, mereka adalah person yang selalu identik dengan perintah dan kewibawaan. Mereka yang menduduki jabatan tersebut selalu dituntut untuk menjadi orang paling bijaksana.
Kenyataannya, hal itu menjadi poin penting yang tidak boleh terlupa, dan perlahan berubah dan menguatkan posisi sebagai syarat mutlak pengakuan menjadi seorang pemimpin. Individu dengan kapabilitas yang jauh dari title bijaksana, tidak akan mencuat dan dan mendapat legalitas publik.
Seorang pemimpin selalu dituntut untuk bijaksana, meski secara personal sangat jauh dari bijaksana. Sebenarnya tanpa sadar kita telah menjalankan praktek pembohongan komprehensif yang berkepanjangan. Selalu saja menjalankan kedok kewibawaan yang terlihat penuh kebijaksanaan, padahal sebenarnya person tersebut sedang merekonstruksi frame demokrasi parsial dengan blue print yang terukir indah di jidatnya.
Apalah arti seorang pemimpin, ketika idealisme dinilai dengan pemalsuan kedok kebijaksanaan yang terselubung. Idealisme yang dibuat-buat. Pola pencekokan kemurnian nurani. Yang diharap oleh masyarakat adalah pemimpin dengan fleksibilitas nurani dan kepatuhan pada norma. Tidak melulu stagnan pada kekakuan norma dengan mengenyampingkan nurani. Manusia menuntut kepuasan, bukan hanya secara jasmani tetapi juga nurani. Berfikir dan memutuskan pendapat atau ketentuan tidak hanya melibatkan akal dan rasio secara utuh tetapi point pentingnya, yang sangat berpengaruh adalah ketika faktor kemanusiaan menjadi hal prioritas yang ingin dicapai.
Kenyataannya, hal itu menjadi poin penting yang tidak boleh terlupa, dan perlahan berubah dan menguatkan posisi sebagai syarat mutlak pengakuan menjadi seorang pemimpin. Individu dengan kapabilitas yang jauh dari title bijaksana, tidak akan mencuat dan dan mendapat legalitas publik.
Seorang pemimpin selalu dituntut untuk bijaksana, meski secara personal sangat jauh dari bijaksana. Sebenarnya tanpa sadar kita telah menjalankan praktek pembohongan komprehensif yang berkepanjangan. Selalu saja menjalankan kedok kewibawaan yang terlihat penuh kebijaksanaan, padahal sebenarnya person tersebut sedang merekonstruksi frame demokrasi parsial dengan blue print yang terukir indah di jidatnya.
Apalah arti seorang pemimpin, ketika idealisme dinilai dengan pemalsuan kedok kebijaksanaan yang terselubung. Idealisme yang dibuat-buat. Pola pencekokan kemurnian nurani. Yang diharap oleh masyarakat adalah pemimpin dengan fleksibilitas nurani dan kepatuhan pada norma. Tidak melulu stagnan pada kekakuan norma dengan mengenyampingkan nurani. Manusia menuntut kepuasan, bukan hanya secara jasmani tetapi juga nurani. Berfikir dan memutuskan pendapat atau ketentuan tidak hanya melibatkan akal dan rasio secara utuh tetapi point pentingnya, yang sangat berpengaruh adalah ketika faktor kemanusiaan menjadi hal prioritas yang ingin dicapai.
Padahal jika kita bercermin pada masa lalu, jauuuh pada ratusan tahun yang lalu, orang akan berpikir beberapa kali sebelum memutuskan tuk menjadi pemimpin. Mereka sadar akan tanggung jawab yang kan mereka emban.
ReplyDeleteNah, sekarang? Begitu banyak orang yang mengatakan "Bisa" tuk memimpin. Begitu banyak orang yang dikuasai nafas keserakahan, berlindung pada label "pemimpin". Aggrrrrrhh. Sungguh bosan dengan pemberitaan-pemberitaan di layar tv. Mending tv nya kujual saja, belikan buku.
lebih ke personnya sebenarnya, ri. kepribadian, maksud sya. qt butuh yg benar2 paham posisinya sebagai pemimpin, kiblat bagi org kebanyakan.
Deletebaca komenmu, jdi ingat nasehat dosen favorit sya. beliau selalu bilang gini: "jgn pernah merasa bisa, tpi belajarlah untuk selalu bisa merasa".
sya yakin itu formulanya. pemimpin yg bisa memposisikan diri dr sudut pandang org lain, bisa merasa, insyaAllah rakyat aman sentosa. Mari bermimpi, dan mari belajar merasa. kli ajah esok lusa, qt dapat tantangan unt memimpin org lain. :p
Hmm,
ReplyDeletejadi gimana sebaiknya mbak?
apa harus kita bumi hanguskan orang-orang yang suka ngaku jadi pemimpin?
dan membiarkan masing-masing orang memimpin dirinya sendiri?
hehhe, jadi Chaos dongs ya?
hehe, no solution. malah nambah masalah saya
klo sya pribadi, harapannya bisa nemu pemimpin yg benar2 pro rakyat, bukan pemalsuan kedok kebijaksanaan yg seolah2 pro rakyat. itu dia PR dunia, harapan rakyat slalu setinggi langit untuk para pemimpin bangsa, yg tntu sja bukan perihal mudah.
Deletesya pribadi bahkan tidak sedikit yakin dgn kemampuan sendiri untuk memimpin org banyak. tp saat seseorg didaulat menjadi pemimpin, bukankah itu tantangan besar. sedikit banyak ingin melakukan yg terbaik. didaulat berrti mendapt kepercayaan, ada sesuatu pd diri kita yg meyakinkan bagi org lain bahwa kita bisa, tantangan besar. setdaknya itu menurut sya. :)
klo memimpin diri sendiri, wajib itu. tp klo setiap org mupeng jdi pemimpin tanpa kemampuan, weis mending undur diri dulu. kasian sma hak2 org lain yg bisa terganggu klo qtnya ngotot jdi pemimpin tp dak punya kemampuan. heheh.. eh, salam kenal yah mbak.
Sedikit nambah z .
ReplyDeleteSatu hal yang kadang dilupakan saat berbicara soal pemimpin adalah kepemimpinan. Kelihatannya serupa tapi benar - benar berbeda. Pemimpin adalah person, sedang kepemipinan adalah sistem. Kita selalu beranggapan pemimpin yang baik selalu menghasilkan kepemimpinan yang baik, padahal belum tentu.
Contohnya negeri ini. Buruk nya kualitas para pemimpin kita kadang bukan karena faktor manusianya. Karena banyak orang - orang yang saat jadi aktivis sosial atau pendidikan punya integritas yg sangat baik. tapi saat menjadi pemimpin berbuat sebaliknya. Mereka jadi koruptor juga.
Faktor yang penting utk menghasilkan pemimpin yang baik adalah kepemimpinan (sistem) yang baik.
Contohnya sistem kepemimpinan Islam dahulu kala. Kita Tahu Umar Bin Khattab. Beliau adalah salah satu pemimpin Islam yang paling berhasil. Padahal secara latar belakang, semua tahu Siapa Umar Itu. Dia terkenal brutal, sadis, dan banyak tabiat buruk yang lain. Tapi sistem kepemimpinan yang baik mampu membuat dia jadi pemimpin yang baik.
lalu siapa yang mampu menghasilkan kepemimpinan yang baik ? Kepemimpinan (sistem) Islam berasal dari Tuhan dijalankan oleh RasuluLLah dengan baik karena langsung di tuntun oleh Tuhan sendiri.
tapi saat sekarang hal itu tak mungkin lagi. Khususnya di negeri ini. Kita tak menganut sistem itu. Bahkan negeri2 yang menganut sistem Islam di timur tengah juga banyak yang gak beres.
Harapan di negeri ini utk memiliki sistem yang baik sekarang benar - benar tergantung pada kita sendiri. Masyarakat umum.
ada firman Tuhan bahwa bila tuhan ingin menghukum sebuah kaum, maka akan ia hadirkan pemimpin - pemimpin yang buruk utk kaum itu.
jadi saat ini Tuhan mungkin sedang menghukum kita. Kita punya pemimpin buruk karena kita memang masyarakat yang buruk. Bukankah seorang pemimpin (apalagi di negeri demokrasi)adalah perwujudan keinginan rakyatnya. Pemimpin yang kita miliki adalah cermin sempurna utk diri kita sendiri.
WaLLahu A'lam .
kepemimpinan = sistem? hm, sepertinya bukan. (entahlah)
Deletesya lebih suka menyebutnya kematangan bertindak, kolaborasi kematangan berfikir dan bersikap. bagaimana mempengaruhi, memberi teladan, fokus yang kuat, ketepatan pengambilan keputusan dan problem solving yang handal. kalo ingat2 jaman kuliah, kolaborasi dari knowladge, skill, dan actitude.
kalau disandingkan sepertinya pemimpin dan sistem berada pada posisi yang setingkat, garis koordinasi yang timbal balik. pemimpin melahirkan sistem, sebaliknya sistem melahirkan pemimpin. kepemimpinan letaknya di luar garis, kalo dalam matematika, sebut saja dia himpunan semesta, tempat pemimpin dan sistem bermukim. poin pentingnya tentu sja faktor intern dan ekstern pembentuk pemimpin dan sistem. (bagian yg ini logika personal sya sja, tdk ada landasan konstitusional ataupun kutipan ahli yang bisa membenarkan. tapi kan asyik juga klo didiskusikan, mas. hehehhe)
Tuhan menghukum qta dengan pemimpin yang buruk? wallahu alam. mari berpikir positif sja. anggap jadi pembelajaran. jgn smpai suatu hari diberikan kesempatan jdi pemimpin malah kebablasan. kita smua harus mulai belajar memahami, jadi pemimpin itu anah sekaligus cobaan, bukan untuk mensejahterakan diri sendiri. selebihnya saya sepakat mas abie omar.